Pages

Monday, 25 December 2017

Perlunya Saling Bicara

Setiap pasangan pasti memiliki kehidupan yang berbeda. Ada yang statis, ada yang dinamis. Apa pun itu, perlu adanya evaluasi rutin untuk melanggengkan hubungan hingga “akhir zaman”, di mana hubungan tak akan lagi bisa diperpanjang.
Komitmen yang sudah dibentuk sudah seharusnya dirawat hingga hubungan tak lagi hanya sekedar pencitraan. Merawat komitmen bias dilakukan dengan adanya keterbukaan informasi, sehingga setiap anggota pasangan mengerti apa yang sedang terjadi pada “kapal”-nya. Perlu adanya pembicaraan dan pengungkapan perasaan hingga antaranggota pasangan bisa saling merasakan apa yang sesungguhnya sedang dialami teman hidupnya. Jika sudah bisa saling merasakan, harapannya akan timbul simpati hingga empati sampai mati.
Pada kondisi yang ideal, disebut pasangan jika dia dan pasangannya saling menyerahkan diri luar dalam. Sebaliknya, pada kondisi yang tak ideal adalah ketika orang hanya cenderung ingin menikmati pasangannya secara lahiriah saja. Kalau sudah menikmati, ya sudah, enggan bercerita enggan berkata-kata. Bahkan, ada orang yang tak tahu tentang sejatinya pasangannya. Yang penting dia sudah melakukan yang sewajarnya, sesuai perannya. Bahkan, ada yang berprinsip tentang pasangannya itu sesuatu yang bukan ranah dan wewenangnya. Ini jelas bukan kondisi yang diharapkan. Yang namanya pasangan, bukan hanya mau melepas baju secara fisik, melainkan secara batin juga.
Pria dan wanita itu diciptakan berbeda. Secara lengkap, bisa kita simak dalam kajiannya dr. Aisyah Dahlan tentang perbedaan laki-laki dan perempuan yang di sana dijelaskan secara detail secara ilmu kedokteran. Karena berbeda, maka perlu disamakan untuk menunjang visi dan misi pasangan. Kadang, sesama jenis saja banyak perbedaan, apalagi yang berbeda jenis. Memang perlu banyak berbicara, meluangkan waktu walaupun hanya beberapa menit saja. Sewaktu mau tidur misalnya, bias diisi dengan ngobrol ringan menceritakan apa saja yang telah terjadi tadi dan yang akan dilakukan besok.
Cinta itu mendekat. Kalau cinta, pasti mendekat. Bukan mendekatnya waktu butuh saja. Kapan pun di mana pun, pasti mendekat. Itulah cinta. Kalau tidak demikian, berarti bukan cinta. Logis.

Friday, 22 December 2017

You Will Never Walk Alone

Aku merindumu, sungguh sangat rindu. Sudah hampir tiga tahun aku tak tahu kabarmu. Mungkin aku terlalu bodoh dengan tetap kekeuh menjaga namamu di hatiku di saat beberapa insan lain menginginkanku. Aku ingin move on, tapi dengan sinyalmu. Cukuplah kamu mengetik "y" atau berkata "ya" dari smartphone-mu. Nyatanya, tak semudah itu bagimu dan kamu memilih tetap membisu. Kau gantung aku hingga aku bingung.

Dari kecil, setiap apa pun yang kukejar, aku dapatkan. Baik dengan rencana pertama atau dengan rencana tambahan. Namun, tidak untuk kali ini, beda dengan jalan perasaan ini. Kau mengubah targetku meleset. Kau rubah mimpi jadi api. Panas hati ini. Kau hambat perasaanku menuju ruang terindah di hidupku. Aku ingin kau pastikan saja, bukankah itu mudah.

Sedih, tiap hari-hariku diselimuti rasa was-was. Tak sedetik pun aq melewatkan hp dari genggamanku. Mungkin aq terlalu berbaik sangka kepadamu hingga segitunya aku memikirkanmu. Apakah kau di sana juga memikirkanku?

*cuplikan novel perdana. Tunggu tanggal mainnya ya....

Friday, 15 December 2017

Pendidikan Abad 21


"Didiklah anak-anakmu sesuai zamannya karena mereka hidup bukan pada zamanmu" (Ali bin Abi Thalib)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa memang kita harus mendidik anak-anak sesuai dengan zamannya. Dan zaman sekarang itu, zaman now-nya abad 21 yang memiliki karakteristik, yaitu:
1. Era digital, bahasa digital. Pendidik harus belajar secara inklusi
2. Belajar dengan cara yang berbeda. Fungsi guru harus berubah menjadi memfasilitasi potensi anak.
3. Lingkungan berskala global. Sekarang kemungkinan besar anak-anak berkomunikasi dengan orang luar negeri.
4. Tidak memiliki karir tetap dan tunggal, gantinya akan memiliki lintasan kerja dengan beberapa karier. Implikasinya, tiap orang harus punya nilai plus. Lulusan apa, harus bisa bekerja di luar apa yang diajarkan dari di mana dia belajar.

Dalam hal pendidikan, berkacalah dari pendidikan Jepang. Di sana, siswa dan mahasiswa dekat dengan jurnal. Bahkan, sampai lupa pulang hingga pak bon di sana berkeliling memantau kepulangan siswa dan mahasiswa.

Kalau di Indonesia, ada kelas yang namanya Harmoko (Hari-hari Omong Kosong), sedangkan di Jepang, mana ada? Jam 8 guru/ dosen datang, tidak lagi ada yang bermain-main di luar. Oleh karena itu, pendidika harus memainkan peran yang maksimal untuk kejayaan pendidikan ke depan.

Dalam dunia pendidikan, dikenal adanya tiga aspek penilaian (kognitif, afektif, dan psikomotor). Ketiga aspek tersebut harus dijalankan bersama-sama dalam pembelajaran. Misalnya, guru meminta anak-anak untuk melingkar kemudian berpindah tempat dalam satu lingkaran tersebut, tetapi tidak boleh berjalan dan berlari. Alhasi, ada siswa yang merangkak, menggelinding, lompat, dsb. Dari kegiatan tersebut diperoleh tiga hal: siswa berpikir bagaimana dia bergerak (kognitif), dia tetap berlaku baik (afektif), dan melakukan gerakan tersebut (psikomotor)

Memang pendidikan zaman now harus dipikirkan secara matang. Kalau sudah begini, nyata pentingnya adanya perencanaan pembelajaran dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), sehingga diperoleh pembelajaran yang sesuai zamannya. Adapun konsep pendidikan Abad 21: (Jenifer)
1. Pengajaran yang berpusat pada siswa
2. Pembelajaran yang kolaboratif
3. Pemilih seni, seni untuk pengembangan
4. Sekolah harus milik lingkungannya, menjadi menerangi lingkungannya

Terakhir, bisa kita tarik kesimpulan dari pendidikan abab 21 ini adalah:
1. Pembelajaran sudah melibatkan aspek kognitif tingkat tinggi, yaitu analisis,msintesis, evaluasi, dan kreativitas
2. Sekolah berkolaborasi dengan masyarakat
3. Taksonomi bloom harus diterapkan secara bersama-sama dan berintegrasi dengan aspek yang lain

*) Tulisan ini disusun berdasarkan materi yang disampaikan oleh Prof. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku direktur Pascasarjana UNS yang juga merupakan pembicara pada seminar nasional Forum Mahasiswa Muslim Pascasarjana UNS pada hari Jum'at, 15 Desember 2017

Penelitian yang Memberikan Dampak yang Baik bagi Orang Banyak

Saat ini kita berada pada zaman kreatif. Penelitian pun demikian. Penelitian yang kreatif itu digalakkan demi pembangunan yang berkelanjutan. Setiap hal yang berbau kreatif selalu dihubungkan dengan pemuda. Lantas, bagaimana cara menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan generasi muda?

Indonesia itu pangsa pasar terbesar di Asia Tenggara. Zaman start up pun, sebagian besar bangsa Indonesia pun menggunakan start up, tetapi banyak start up bukan produk indonesia, adapun hanya sedikit. Lazada dan shopee misalnya. Kedua pasar online terbesar itu milik singapura. Yang Indonesia? Ada, Bukalapak. Yang lain? Ada juga, tapi tak setenar Bukalapak.

Berpikir itu memberikan solusi, bukan sekedar mengkritisi. Kalau dulu, zamannya demo. Kita turun ke jalan meneriakkan hal-hal yang kita inginkan. Sekarang, zamannya digital, demo lewat tulisan dan gambar. Beda zaman, beda perlakukan. Memang, zaman sudah berubah.

Menyampaikan solusi yang elegan, bisa melalui penelitian. Itu dari segi akademis. Lantas, bagaimana cara menggali ide penelitian? Mudah saja. Pikirkan tentang: Apa masalah saat ini? Apa solusinya? Bagaimana merubah hal yang sulit jadi mudah?

Penelitian itu berani mengeksekusi ide dan belajar dari kesalahan eksperimen. Gojek misalnya. Awalnya, gojek hampir bangkrut, apakah kemudian menyerah? Tidak. Ternyata gojek tidak menjual fasilitas jasa pengiriman, tapi dia menjual data pengguna gojek yang digunakan oleh para pelaku bisnis dalam melihat pangsa pasar. Sekarang, banyak investor yang melirik gojek hingga gojek kembali eksis dan makin solutif untik masyarakat sekitar. Tepatnya, menjadi solusi bagi pengguna transportasi umum dan pemilik motor yang nganggur.

Dari serangkaian penelitian, penelitian jenis eksperimen pasti menghasilkan produk. Setelah menghasilkan produk, langkah selanjutnya adalah mempromosikan hasil eksperimen dan personal branding. Itu jelas membutuhkan dana. Lalu, jika tidak punya dana, maka cukup hanya menggunakan media sosial. Kegiatan prokosi harus jujur, jangan seperti ilmuwan yang dulu pernah dicap orang sebagai pengganti habibie yang ternyata hanya kebohongan semata. Akan tetapi, belajar dari kebohongan tersebut, ini bisa jadi diambil pelajaran. Yang tidak sesungguhnya saja bisa membuat orang percaya, apalagi yang sesungguhnya. Jujur lebih baik, lebih baik jujur.

Penelitian sebenarnya kegiatan terus menerus dari masa ke masa yang mengunggulkan orisinalitas, kebaruan, manfaat, dan fokus pada topik tertentu. Misalnya, James Watt yang dia selalu berkutat pada topik kelistrikan.

Ada yang bingung bagaimana cara memulainya? Penelitian itu dimulai dari pembuatan proposal penelitian (riset) baik untuk perlombaan, hibah riset, dan untuk studi lanjut. Ada beberapa tips agar proposal riset kita diterima.
1. Lakukan penelitian yang anda sukai
2. Ikuti peraturan yang ditetapkan/ ikuti track record profesor (jika mau studi lanjut)
3. kontinyu antarparagraf, antarpragraf harus nyambung
4. Bahasa terukur dan referensi 10 tahun terakhir
5. Reviu proposal sebelum dikirim

Di dalam proposal riset, penyusunan judul harusnya menarik, tidak terlalu pendek, tidak terlalu panjang, dan mudah dibaca. Untuk kasus tertentu, bagi profesor luar negeri misalnya, kearifan lokal lebih menarik karena di luar negeri tidak ada. Hal ini sejalan dengan novelty (kebaruan) yang merupakan salah satu pertimbangan diterimanya proposal riset selain orisinal, scientific (ada dasar ilmiah), dan penggunaan metode yang tepat.

*) Tulisan ini penulis sarikan dari presentasi Firman Alamsyah, Ph.D. dosen UGM, selalu pembicara pada rangkaian acara di seminar nasional Forum Mahasiswa Muslim Pascasarjana UNS pada hari Jum'at, 15 Desember 2017.

Menulis untuk Mengubah Dunia

Literasi itu lebih ke arah kemelekaksaraan, yaitu bagaimana bisa memberikan solusi atas segala permasalahan yang ada dengan aksara.

Dalam melahap buku, kita tak perlu membatasi jenis buku yang akan dibaca, tapi tetap ada prioritas. Misalnya, pada saat ini mbak Helvy dalam target menulis buku, skenario film, dan disertasi. Jadi, dia tentukan sendiri skala prioritasnya. Yang pasti, buku-buku itu bisa memperkaya jiwa.

Beruntunglah bagi yang suka membaca sejak kecil karena sesungguhnya apa yang kita baca diwaktu kecil, akan kembali 20 tahun yang akan datang (David Mc Lillon, psikolog). Kalau di Indonesia, mengapa banyak koruptor? Mungkin karena di waktu kecil membaca buku seputar si kancil yang di sana mengajarkan tentang kecerdikan. Jadi, intinya cerita bisa mempengaruhi hidup orang entah ditulis maupun diceritakan.

Dengan pengaruh dahsyat tersebut, ketika menulis tak perlu berpikir bahwa tulisan akan berpengaruh pada kehidupan orang. Minimal banyak yang baca, gitu saja.

John Kennedy, Presiden USA, mengatakan bahwa jika politik itu bengkong, maka puisi bisa meluruskannya. Presiden pun suka menulis. Yang sering kita nilai kaku saja, suka menulis. Kata mbak Helvy, puisi itu ungkapan dari kerumitan hati. Saya sepakat dengan pernyataannya kali ini karena saya buktikan sendiri. Pada zaman SMA yang saya rasa hidupku paling terpuruk, saya lantas menulis beberapa puisi. Dan alhamdulillah, termuat semua di harian umum Solopos pada waktu itu (antara tahun 2005 - 2008).

Menulis itu suatu aktivitas yang menggunakan otak kanan dan kiri secara bersamaan. Jadi, menulis memerlukan kerja sama antara otak kanan dan kiri. Otak kanan condong ke perasaan, sedangkan otak kiri melogika bagaimana tulisan sesuai dengan aturan kepenulisan yang ada.

Karakter orang pun bisa dinilai dari karakteristik tulisannya. Kita bisa menilai orang dari tulisan-tulisannya. Banyaklah membaca, maka kita akan banyak tahu karakter orang di sekitar kita. Selain itu, akan banyak karakter tulisan yang akan bisa kita pelajari ketika akan menulis.

Ada satu permasalahan menulis: Menulis gak selesai-selesai kenapa? Karena kita menulis sambil mengedit. Nulis aja dulu sampai selesai, habis itu baru editing. Jangan langsung, kasih jeda dulu. Jedanya untuk makan, jalan-jalan, tidur, dsb. Habis itu, baru buka lagi tulisan kita. Itu lebih efektif dan efisien.

Menulis itu kesenangan. Tulis apa saja dengan berimajinasi tanpa perlu kuatir. Kalau menulis karya ilmiah? Bayangkan saja bahwa suatu saat nanti karya ilmiah kita akan bermanfaat bagi banyak orang.

Ada sebuah kasus umum yang bagi orang yang suka berbicara tapi tidak suka menulis, maka mulai merekam ketika berbicara, kemudian tuliskan. Karena sebenarnya tulisan itu pembicaraan yang ditulis.

Menulis itu menyehatkan dengan cara menuliskan apa saja yang dirasakan. Sedih, galau,dan sebagainya, tuliskan. Bahkan, penyakit parah saja bisa sembuh bertahap. Misalnya, asma nadia yang awalnya ada 7 tumor di kepala bisa berkurang menjadi 5 berkat kebiasaannya menulis.

*)Tulisan ini merupakan poin-poin penting yang dianggap penting oleh penulis dari apa disampaikan oleh Mbak Helvy Tiana Rosa. Kesempatan emas ini diperoleh pada hari Jum'at, 15 Desember 2017 di gedung Pascasarjana UNS lantai 3 dalam rangkaian seminar nasional Forum Mahasiswa Muslim Pascasarjana UNS.





Wednesday, 13 December 2017

Langka Gas Bersubsidi: Jangan Memiskinkan Diri


 Langkanya gas bersubsidi seberat 3 kg yang sering disebut gas melon, nampaknya membuat warga jengkel. Seharusnya yang jengkel hanya warga yang tergolong ditdak mampu, yang berhak mendapatkan susidi. Nyatanya, yang tidak berhak pun juga ikut mencari-cari. Bahkan, muncul istilah inden pada toko penjual gas.

 Sepertinya memang pemerintah sedang mengupayakan pengurangan tabung gas bersubsidi. Harusnya dengan fenomena ini, warga yang tergolong mampu hingga kaya raya yang biasanya memakai tabung tersebut mulai instropeksi. “Pantaskah saya berebut barang yang sebenarnya bukan hak saya” itulah yang yang harusnya dimunculkan dalam hati mereka, sang kaya.

Ironisnya, di Pekan Baru  ada warung makan beromzet Rp 5 Juta/hari memakai gas melon. Miris sekali bukan? Lantas, apa yang kita perbuat jika kitalah orang kaya tersebut? Ya tentunya segera beralih ke gas yang tanpa subsidi agar gas yang sedang langka ini bias tepat sasaran, ke yang tak mampu.

Kemudian, apakah cukup dengan sikap pribadi? Seharusnya, pemerintah juga meningkatkan fungsi pengawasan distribusi gas bersubsidi tersebut. Seiring peningkatan pengawasan, hendaknya juga menyiapkan sanksi yang tegas agar para pengusaha atau pribadi yang kaya tak lagi berani merebut hak para pengguna yang sudah semestinya.

 

tulisan ini pernah publish di UC News tanggal 13 Desember 2017 

Pilih Mana: Mengurangi Belanja atau Menambah Penghasilan


Bagi seseorang yang keuangannya mepet, pasti akan berpikir dua hal: ngirit (hemat) atau mencari lagi. Kalau kamu yang mana?
Setiap pilihan, ada konsekuensinya. Jika kita memilih ngirit, maka kita harus ikhlas untuk membatasi dalam dalam hal belanja. Caranya, setiap kebutuhan harus dicatat dengan detail. Dengan kata lain, perencanaan keuangan harus selalu jelas dan tidak boleh keluar dari jalur yang ada. Misalnya, kita sudah mencatat item-item pengeluaran, tetapi sampai di toko tergoda dengan adanya diskon, maka itu haram hukumnya. Ada efek yang luar biasa jika kita sampai tergoda dengan pengeluaran di luar rencana. Bias-bisa kita harus mengurangi jatah pengeluaran untuk jenis belanja yang lain.
Ngirit juga berdampak pada tekanan yang berakhir pada berkurangnya kebahagiaan. Hidup sekali seharusnya dimaksimalkan. Kalau kita termasuk orang yang menganut paham ‘let it flow’ atau ‘mengalir sajalah’, maka pakailan pilihan yang kedua, yaitu menambah penghasilan.
Penghasilan berbeda dengan pendapatan. Pendapatan itu tetap setiap bulannya yaitu berasal dari kantor di mana kita bekerja. Lantas, bagaimana kita memulai menambah penghasilan? Caranya, dengan melakukan kalkulasi apa saja yang kita butuhkan selama sebulan. Setelah terhitung, barulah dibandingan dengan jumlah pendapatan. Jika kebutuhan lebih besar nominalnya dari pendapatan. Itu tandanya, memang benar-benar harus menambah penghasilan sejumlah selisih tersebut. Dan, jangan lupa alokasikan item kebutuhan jangka panjang lainnya, seperti tabungan dan investasi karena kita tidak bias menjamin keuangan kita sehat terus.

Tulisan ini pernah dimuat di UC News tanggal 12 Desember 2017



Tuesday, 5 December 2017

Sepasang Sepatu

Bukalah sepatumu
Aku sudah membuka sepatuku
Ada luka di kakiku
Jangan biarkan lukaku makin parah
Ayolah, bukalah sepatumu
Akankah kita tetap berjalan hanya dengan satu sepatu?

Wednesday, 29 November 2017

Wakaf: Pengaturan dan Tata Kelola yang Efektif


Disampaikan oleh Dr. Raditya Sukmana, S.E., M.A.

Diskusi ini akan menjawab tentang bagaimana riba diturunkan oleh wakaf?
Sekarang ini, Bank Indonesia (BI) sudah mulai mengurusi di luar perbankan. Misalnya, sudah mau ngurusi pesantren, ada unsur wakaf di situ. BI melihat bahwa mereka harus membantu Baznas dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) agar performance-nya lebih baik lagi. Fokusnya lebih ke dalam hal tata kelola.

Adakah standar yang pengelolaan keuangan syariah level Internasional? Belum! Arab, malaysia, dsb jalan sendiri2. Oleh karenanya, BI mulai menginisiasi untuk menyusun standar pengelolaan zakat wakaf.

Hakekatnya, laba dari wakaf produktif digunakan untuk kepentingan sosial. Kalau mengambil kasus di Turki yang saking tidak ada yang perlu disantuni,maka laba wakaf sosial dipakai untuk memberikan makanan bagi buruh-buruh di sana. Ini berbeda sekali dengan kondisi Indonesia saat ini. Di turki, burung-burung saja makmur, apalagi manusia-manusianya.

Setelah mendeskripsikan potensi wakaf di Indonesia, peserta conference di South Africa menyelamati pak radit dengan memberikan doa dan harapan agar Indonesia bisa menjadi pusat keuangan syariah. Pengalaman lainnya di Januari kemarin beliau ke Nigeria, beliau diminta berbicara tentang wakaf. Perjalanan dari hotel ke kampus, beliau melihat banyak anak seusia SD bertebaran di jalanan. Di jalanan mereka membawa mangkok dengan harapan ada yang memberi sedekah. Beliau bertanya, kenapa mereka tidak sekolah padahal sekolah sudah digratiskan. Ternyata, orang tua tidak memandang penting tentang pendidikan. Jadi, wajar jika penampilan orang nigeria minimalis karena memang tidak begitu antusias dengan sekolah walaupun sebenarnya pemerintah sudah berupaya memberikan perhatian lebih pada anak-anak bangsa mereka.

Kalau berbicara tentang turki yang hasil wakafnya dipakai untuk perkembangan di hospital, luar biasa hebat. Sampai-sampai ada perawat yang mau memastikan mantan pasien tentang kesembuhannya hingga ke rumah. Pakai apa perawatn atau dokter ke rumah mantan pasien itu? Pakai dana laba wakaf produkti. Keren bukan?

Ahli wakaf di Turki dalam bukunya mengatakan bahwa wakaf dapat menurunkan riba. Benar! Analoginya, presiden mengundang sekelompok orang terkaya dan dermawan se-Indonesia. Presiden menunjukkan RAPBN yang defisit. Presiden menyampaikan rencana untuk mengambil utang untuk menutup defisit. Ada satu orang kaya dan dermawan, mengatakan agar dana sektor pendidikan , kesehatan, dan infrastruktur dihapuskan saja, Pak!". Kami punya rencana untuk dialihkan kepada tanggung jawab kami. Kami akan mendirikan gedung pendidikan fasilitas kesehatan, dan infrastruktur, dsb dari wakaf kami. Kecil bagi kami. Kalau sudah begini, pemerintah ndak perlu lagi utang yang di dalamnya ada riba.

Kasus yang nyata di Surabaya, bu Risma memindahkan pengemis-pengemis di traffic light ke suatu tempat untuk dibekali keterampilan. Ini jelas memakai dana APBD. Sementara di waktu lain, lembaga amil zakat juga ada program yang berfokus pada hal yang sama.

Dengan analogi dan kasus tersebut, mengapa antara lembaga amil zakat wakaf dan pemerintah bekerja sama?

Pernah dengar Zam-zam tower? Ternyata itu gedung wakaf. Penggalangan dana menggunakan sukuk intiva. Untung ndak mendirikan gedung di dekat Masjidil Haram? Jelas! Itu tentang analisis SWOT terhadap pelaksanaan ibadah haji. Pemerintah Arab saja benar-benar memanfaatkan sistem wakaf, kapan dengan Indonesia? Suatu saat nanti InsyaAllah.

Kalau berbicara tentang wakaf tunai, belajarlah dari Singapore. Di sana sudah ditentukan berapa jumlah cash wakaf bagi pekerja muslim di sana. Rentang paling sedikit adalah penghasilan nol hingga 1000 dolar singapura (sekitar 9 juta rupiah), gaji dipotong 1 dolar singapura (sekitar 9 ribu rupiah) oleh kementerian keuangan di sana. Kok bisa? Pemerintah di sana memiliki data rekening pekerja muslim di Singapura. Sebenarnya wakaf uang sudah pernah ada di zaman pak SBY, tapi ya hanya sekali saja tidak kontinu. Kalau ini kontinu, akan seindah apa Indonesia ini?

Untuk memulai tata kelola wakaf yang baik, bisa dimulai dari perbaikan tim BWI. Contoh kasus ada di BWI Jawa Timur. Kebetulan Pak Radit ini anggota tim BWI. Belia bercerita bahwa ketua BWI Jawa timur berketua profesor di IAIN Surakarta dan wakilnya pegawai Kementerian Agama. Jelas BWI hanya menjadi second job kan? Beliau pun menyadari kalau BWI sering tutup karena memang pekerjaan utamanya ada di kampus sebagai dosen. Jadi, ini jelas PR besar bagi kita selaku pengharap wakaf bisa diterapkan betul di Indonesia.

*tulisan ini bersifat subjektif yang disarikan oleh Helti Nur Aisyiah, M.Si. Selaku peserta Training of Trainer Modul Zakat, Wakaf, dan Usaha Mikro Islam di Ruang Senat IAIN Surakarta tanggal 30 November 2017.




Saturday, 18 November 2017

Berburu Beasiswa (Lagi)

Beasiswa itu suatu hal yang sangat nikmat. Nikmatnya ada dua sisi: internal dan eksternal. Secara internal, kebutuhan akan pendidikan akan tercover baik sebagian besar maupun keseluruhan. Secara eksternal, ada sebuah pretige yang akan melekat pada penerima beasiswa tersebut. Ada kebanggan, ada kesenangan, dan ada sejarah yang takkan pernah terlupa.

Hidupku, hidupmu, dan hidupnya jelas berbeda. Setiap orang punya jalannya masing-masing. Setiap orang boleh punya rencana yang sama, tetapi pencapaiannya jelas berbeda. Setiap orang boleh bermimpi, berencana, dan berusaha menerima beasiswa, tetapi tidak setiap orang bisa mendapatkannya. Beasiswa itu seperti harta karun di mana sebagian besar orang menginginkan dan memperjuangkannya, tetapi hanyalah orang yang beruntung yang mendapatkannya.

Mimpiku sudah tercapai: mendapatkan beasiswa sedari SMP hingga S2. SMP dan SMA, beruntungnya aku mendapatkan beasiswa dari Yayasan Al Islam gegara pencapaian prestasi secara paralel, juara 5 besar satu angkatan. Selepas sekolah, beasiswa pun masih melekat dalam keseharianku selama mengenyam pendidikan. S1-ku sebagian besar tercover oleh beasiswa dari Dikti jenis Peningkatan Prestasi Akademik, sedangkan S2-ku oleh beasiswa dari Kementerian Luar Negeri. Menyenangkan bukan?

Itu masa laluku. S2 selesai tahun 2014. Jadi, sudah hampir 3 tahun tak bersilaturrohiim dengan yang namanya beasiswa. Rasanya rindu. Dan sepertinya rinduku akan terjawab. Pagi tadi, ibu mengiyakan pengutaraan keinginanku untuk lanjut S3. Alhamdulillah, pihak keluarga mendukung. Kini, giliranku untuk kembali berjuang merealisasikannya. Allah, bersamaiku di setiap langkah ya... Aamiin.

(Helti Nur Aisyiah, Pemburu Beasiswa)

Wednesday, 8 November 2017

Ojek Online yang Disayang dan Ditendang

Kalau bisa dipermudah, mengapa harus dipersulit? Prinsip inilah yang dijalankan oleh pengusaha ketika akan melakukan pendekatan pada calon pelanggan. Bagi pemilik usaha atau minimal marketing perusahaan, masyarakat adalah calon "kekasih". Dengan demikian, pengusaha berpikir tentang bagaimana caranya memikat calon konsumen agar tertarik untuk menggunakan barang atau jasa perusahaan.

Rupanya gaya memudahkan calon pelanggan sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh setiap pelaku usaha. Salah satunya adalah gojek. Hanya dengan genggaman tangan, touch aplikasi dari play store atau appstore , seseorang bisa dengan mudah memanggil ojek di manapun dia berada. Namun, pedekate yang mulai memikat warga Solo ini mengalami banyak hambatan. Dari mulai ungkapan keberatan hingga aksi bentrok yang nyata-nyata menolak keberadaan gojek di area Solo.

Memahami konflik kepentingan antara ojek online dan mode transportasi lainnya, sebenarnya ini sudah hal yang umum dan pernah terjadi di masa lalu. Sebut saja taksi dan ojek non online yang saat ini secara terang-terangan menolak adanya gojek sebenarnya juga menggeser mode transportasi tradisional di masa lalu. Bedanya, kita sekarang ada di era digital, sehingga apa saja yang dikeluhkan bisa langsung viral.

Kalau kita berselancar di media sosial, banyak komentar pro dan kontra tentang keberadaan gojek. Komentar pro notabene dilontarkan oleh para pelanggan gojek yang sudah mulai terpikat dengan fitur layanan yang serba memudahkan konsumen, sedangkan komentar kontra disampaikan oleh masyarakat yang empati terhadap nasib pelaku mode transportasi yang merasa tersaingi oleh gojek. Sangat disayangkan jika kondisi ini hanya sebatas komentar-komentar di media online maupun offline. Sebaiknya ada yang menampung aspirasi warga melalui komentar-komentar tersebut.

Dalam kesempatan yang lalu, walikota Solo membuat sebuah kebijakan ekonomi yang menyatakan bahwa gojek hanya diijinkan beroperasi dalam pengangkutan barang, bukan penumpang. Namun, sepertinya apa yang disampaikan walikota hanyalah angin lalu. Kondisi ini dibuktikan dengan masih adanya gojek yang mengangkut penumpang. 

Kalau kita membuka laman demi laman dalam aplikasi gojek, pengiriman barang hanyalah fitur tambahan yang diberi nama "go-send" untuk barang dan "go-food" untuk makanan. Dari kedua fitur tersebut, sepertinya go-food paling diminati. Fitur ini terbukti mampu menaikkan omzet penyedia makanan. Bahkan, ada restoran yang menyarankan menggunakan go-food saja dengan alasan antrian panjang jika makan di tempat. Dan memang benar, ada jalur khusus untuk pemesan makanan via go-food. Ini sisi lain salah satu fitur gojek yang menarik. Namun sejatinya, fitur yang paling utama memang mengangkut penumpang. Jika yang utama dihapuskan, maka akan menghilangkan esensi dari gojek itu sendiri.

Mari Berdamai 
Masing-masing lapisan masyarakat pastinya sudah menunggu win-win solution dari pemerintah daerah (pemda) agar konflik kepentingan tidak berlarut-larut. Apalagi, ini menyangkut kehidupan ekonomi masyarakat yang sedang memanas, terutama para lakon (transportasi online dan offline). Sudah bisa dipastikan bahwa masyarakat Solo merindukan kedamaian dalam melakukan aktivitas ekonomi.

news.idntimes.com
Dalam situasi ini, sebaiknya pemda benar-benar menjadi penengah. Bukan hanya pada satu elemen masyarakat saja melainkan harus mencakup semua lapisan. Ditambah lagi, tidak hanya orang Solo saja, melainkan orang perantauan yang kebetulan sedang menempuh studi, bekerja, dan urusan lainnya yang mengharuskan mereka untuk tinggal di sini.

Mengakhiri konflik tidak cukup hanya dengan mendatangkan kedua belah pihak, ojek online dan offline. Pemda hendaknya juga melibatkan masyarakat baik yang pro maupun kontra dengan adanya gojek.

Untuk efisiensi, bisa dilakukan dengan survey. Tentunya, ditujukan kepada semua kalangan. Kalaupun harus memakai sampel, harus dipilah seobjektif mungkin. Hal ini dikarenakan oleh sesuatu yang kita anggap sepele bisa jadi sangat berarti bagi kalangan tersebut. Kepentingan masing-masing pihak berbeda, tergantung dengan sudut pandang.

Cara paling mudah dalam melakukan survey adalah dengan menggandeng salah satu penyedia layanan komunikasi dan lembaga riset. Penyedia layanan komunikasi (provider) diikutkan untuk proses yang cepat, sedangan lembaga riset untuk hasil yang tepat. Ini seperti e-voting, tetapi bukan sekedar menjawab setuju atau tidak, melainkan juga bisa ditambahi alasan yang logis. 

Setelah data diperoleh, interpretasi data hendaknya dilakukaan oleh profesional yang tidak memiliki kepentingan. Dengan demikian, solusi yang terbentuk dari hasil survey benar-benar murni dari aspirasi warga Solo pada khususnya dan warga perantauan pada umumnya.

Tulisan ini dimuat di UC News tanggal 17 Oktober 2017
~ Helti Nur Aisyiah ~

Sunday, 29 October 2017

Kekasih Bayangan

Aku berhutang padamu, Malam
Kamu mengantarkanku pada pagi, siang, sore, hingga ketemu kamu lagi
Malam, jangan kau ajariku tentang cinta sementara aku belum tau apa itu cinta
Cukup kau peluk aku dalam kedinginan hingga aku menggigil dan merindui cinta yang akan kau ajarkan
Aku berhutang padamu, Malam
Aku tak sepenuhnya untukmu
Kupercepat waktuku denganmu dengan ketakutan
Maafkan aku yang selalu diselimuti rasa pilu hingga aku lupa ada kamu, kamu yang selalu ada di setiap aku tak ada siapa-siapa
Terimaka kasih, Malam
Setidaknya aku tak pernah merasa sepi
Kalau saja kau jahat, mungkin kau tak lagi denganku
Aku terlalu fokus pada keinginan, bukan pada bagaimana aku bisa bertahan menikmati setiap detik perjalanan
Tanpamu aku hanya suratan yang dilanda sepi dan rindu

(Di suatu malam di rumah yang makin baru, 28 Oktober 2017)

Saturday, 19 August 2017

Wanita Pelawan Ego

Hebat benar anak-anak itu
Mampu merubah hidupku
Hidup yg teratur, seiring semangat yg tak pernah kendur

Siapakah anak-anak itu?
Cukup jelas! Dia anak-anakku
Tabiatku betubah total karena dia dan dia
Dia, anak pertamaku
Dia, anak keduaku
Dua, anak kesayanganku

Aq menjelma luar biasa
Luar biasa, bukan biasa di luar
Dulu dikit-dikit keluar
Pergi pagi pulang malam
Demi apa tho?
Demi ego!

Kini, juluki aq sebagai wanita pelawan ego
Tak bisa lagi pergi tanpa kompromi
Walau terkekang, aku senang!

Ditulis di Royal Water Adventure Sukoharjo pukul 09.51 sambil menunggui anak pertama dan suami yang asyik berenang.


Thursday, 27 July 2017

Trik Ng-iklan yang Bikin Customer Nggak Bisa Menghindar

Sepertinya akan jarang terdengar ucapan “Nunggu jeda iklan dulu ya….” sebagai kode seseorang akan melakukan aktivitas di sela-sela program acara televisi atau hanya sekedar mengganti channel untuk menghindari iklan-iklan. Kini, konsumen sudah mulai merasa lebih sulit untuk menghindari pesan komersil tersebut. Nampaknya pengiklan sudah mulai lihai memainkan strategi dalam hal memikat konsumen.
Bagi penikmat sinetron, pasti sudah hafal strategi iklan yang sedang marak saat ini. Iklan tidak lagi ditempatkan dalam space tersendiri, melainkan include dalam alur cerita. Bahkan, pada sosialisasi sinetron dalam sebuah stasiun televisi swasta jelas-jelas menyebutkan bahwa program acara tersebut akan tayang tanpa jeda iklan. Kebijakan manajemen media tersebut jelas sangat memanjakan para penikmat program acara televisi.
Sebenarnya dibalik iming-iming tanpa atau iklan dalam jumlah minimal, tetap ada kecenderungan penonton untuk tidak bisa lepas dari iklan. Dalam beberapa sinteron, mau tidak mau, penonton akan tetap melihat dan menikmati konten iklan, tetapi secara tersirat. Salah satu contoh penempatan iklan tersirat yang paling dominan bisa dilihat pada adegan kumpul bersama antartokoh yang kemudian mengeluarkan produk tertentu untuk dimakan atau diminum bersama. Strategi lainnya, percakapan dalam sebuah adegan sengaja dilakukan di bawah baliho yang di sana sudah menayangkan iklan produk tertentu. Kalau sudah begini, bagaimana bisa menghindar dari iklan. Dulu yang biasanya sambat, sekarang harus mulai bersahabat.
Dalam dunia media, iklan yang tersirat pada alur cerita dinamakan product placement, yaitu suatu kegiatan yang bertujuan untuk berpromosi dengan cara menempatkan secara aktif maupun pasif atribut produk seperti logo, merek atau nama perusahaan dari suatu barang atau jasa ke dalam alur cerita film atau acara televisi lainnya (Subari, 2012: 11). Strategi menempatkan iklan dalam alur cerita tersebut bisa dikatakan sangat menarik. Apalagi, diperankan langsung oleh para aktor dan aktris yang sudah terbiasa menjiwai karakter beberapa tokoh, sehingga diharapkan mampu benar-benar menjalankan fungsi persuasi iklan, yaitu mengajak penonton untuk juga bisa menikmati produk yang diiklankan di dunia nyata. Seperti makna iklan yang sebenarnya, yaitu pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media (Kasali, 1995: 9).
Dalam menawarkan pun sudah semestinya menggunakan teknik komunikasi yang kreatif, sehingga tepat sasaran, konsumen terkesan, dan tidak membosankan. Apalagi, memang iklan tersirat ini memang tidak seharusnya terlihat sedang beriklan, melainkan hanya samar-samar. Widyatama (2011: 43) mengatakan bahwa dalam memperkenalkan barang atau jasa bisa dilakukan tanpa ada unsur memaksa atau membujuk untuk membeli atau menggunakan. Dengan demikian, perlu adanya rencana yang sistematis untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Iklan dalam sinetron yang sedang marak saat ini sebenarnya bukan hal yang baru, melainkan sudah ada pada sinetron sebelumnya, misalnya Para Pencari Tuhan Jilid 5 (2011), Binar Bening Berlian (2011), dan Aliya (2012). Selain melanjutkan dan menyemarakkan strategi yang sudah ada sebelumnya, iklan dalam sinetron juga sebagai hasil adopsi dari dunia perfilman. Kalau lihat film Di Bawah Lindungan Ka’bah (2011) dan Habibie Ainun (2012), pasti ingat iklan apa saja yang tersirat dalam film tersebut. Itu baru beberapa film nasional yang disebutkan, belum film skala internasional.
Selain sinetron dan film, iklan tersirat juga bisa terlihat dalam kuis yang mensponsori sinetron dan program acara infotainment. Kita bisa menghindari iklan dalam kuis dan infotainment yang diperankan oleh artis, tetapi tidak bisa pada sinetron dan film. Hal ini dikarenakan jika ingin tahu alur cerita, maka memang harus stand by melihat dari awal hingga akhir yang di sela-sela adegan disisipi iklan.
Cerdas Beriklan
Persaingan bisnis yang makin ketat menuntut para pengusaha, termasuk marketing untuk memutar otak dalam hal menarik hati calon konsumen agar mau menggunakan produknya. Normalnya, orang akan jenuh dengan rentetan iklan yang panjang dan lama. Bahkan, dahulu ada durasi iklan melebih durasi program acara inti. Artinya, jika seseorang tidak berganti channel, penonton akan menonton iklan lebih lama dari pada alur cerita pada sinetron. Ini bisa dijumpai pada sinetron yang memiliki rating tinggi.
Biasanya, semakin tinggi rating, semakin banyak iklan yang ditawarkan. Akan tetapi, jika semakin banyak iklan, maka penonton pun akan terganggu. Dengan keadaan yang dilematis ini, nampaknya product placement menjadi solusi tepat bagi para pengiklan dan penikmat produk cerita visual, sinetron. Penonton akan dimanjakan dengan cerita yang lebih lama dan pengiklan juga bisa tetap menyampaikan pesan perusahaan tentang produknya.
Pada prosesnya, pasti ada yang suka dan ada yang tidak suka. Ini wajar, tetapi product placement ini menjadi pundi-pundi baru bagi produser untuk menutup biaya produksi dan promosi. Seperti diketahui bahwa iklan memang salah satu sumber penghasilan bagi sebuah sinetron.
Ke depannya, akan banyak benchmarking dari iklan tersirat dari jenis sinetron ini. Bahasa mudahnya, benchmarking bisa diartikan sebagai meniru kinerja perusahaan pesaing. Benchmarking bisa dilakukan dengan mengadopsi teknik pada perusahaan yang sama atau berbeda jenis. Strategi product placement dalam sinetron A bisa diterapkan pada sinetron B atau media yang berbeda, misalnya cerita dalam radio atau bahkan film dalam youtube yang sekarang sedang kekinian.

Jika melihat pesatnya perkembangan teknologi informasi dan menjamurnya virus kewirausahaan yang menjadikan setiap orang bisa jualan, sudah sepantasnya setiap penjual mulai jeli dalam menentukan strategi pemasaran. Buat apa barang atau jasa banyak dihasilkan, tetapi tidak terdistribusikan. Jadi, perlu adanya strategi pemasaran dengan hasil yang signifikan. Setiap pemilik usaha harus pintar mencari celah agar calon konsumen tidak risih dengan iklan yang dipasang. Jika ini terealisasikan, maka tercapai win-win solution: konsumen nyaman, pesan pemasaran tersampaikan. 

Tulisan ini terbit di media UC News tanggal 15 Oktober 2017
~ Helti Nur Aisyiah ~


Saturday, 1 July 2017

Nasionalisasi Ekonomi


Pasca mendengar pidato dari Presiden di momen Hari Kesaktian Pancasila, 1 Juni 2017, banyak yang ikut menyuarakan “Saya Indonesia, Saya Pancasila” dengan lantang. Saya sangat terkesima dengan pilihan kata dalam pidato Bapak Jokowi. Indah sekali. Dalam tataran pragmatik, kalimat tersebut secara tidak langsung mampu membangkitkan kembali siapa jati diri bangsa ini, mampu mengembalikan dan meningkatkan kecintaan warga terhadap negaranya. Apalagi, pidato tersebut diucapkan di sela-sela kondisi Indonesia yang sedang “ramai” akhir-akhir ini.

Sebagai insan yang bergelut di bidang ekonomi, tentunya tergelitik untuk juga memikirkan bagaimana mengaplikasikan kalimat “Saya Indonesia, Saya Pancasila” ke dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak hanya di mulut saja. Sejatinya, setiap bangsa Indonesia akan kembali nasionalis tingkat tinggi setelah ada ‘benturan’ yang mengganggu keharmonisan bangsa. Bahkan, tingkat nasionalisnya akan lebih tinggi.

Salah satu contoh aplikasi “Saya Indonesia, Saya Pancasila” dalam bidang ekonomi adalah dengan nasionalisasi ekonomi. Nasionalisasi ekonomi diartikan bukan hanya dengan cara cinta produk-produk Indonesia yang kadang diartikan juga dengan menghindari produk-produk luar negeri. Memang, boikot terhadap produk tertentu yang selama ini digaungkan oleh komunitas tertentu sebenarnya ada baiknya, tetapi itu baiknya hanya berlaku bagi pengguna barang atau jasa (konsumen) dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional.

Berbeda dengan konsumen, jika produsen menghindari produk-produk luar negeri, itu akan menjadi langkah yang kurang tepat. Alangkah baiknya produsen tersebut mendekati produk-produk tersebut, terutama yang diminati oleh masyarakat. Pendekatan dilakukan dengan tujuan riset, untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat terhadap produk tersebut dan mengapa masyarakat bisa ‘jatuh hati’ pada produk tersebut.

Dengan adanya riset, produsen dapat menentukan langkah selanjutnya dalam memproduksi barang yang minimal sama dan maksimal mampu melebihi dari kualitas barang tersebut. Di sinilah peran inovasi. Inovasi pada level terendah dapat menggunakan jurus ATM, yaitu Amati, Tiru, dan Modifikasi. Namun, untuk ke depannya, diharapkan bisa dilakukan inovasi pada level menengah hingga tinggi yang mengedepankan hal-hal yang baru, bukan hanya menyajikan yang beda.

Satu lagi pelaku kegiatan ekonomi selain konsumen dan produsen adalah distributor. Peran pelaku strategis ini dalam nasionalisasi ekonomi bisa menyalurkan hasil produksi tidak hanya di wilayah Indonesia saja, melainkan ke seluruh dunia. Apalagi, sekarang sudah masuk era globalisasi dan teknologi informasi. Cukup dengan membuka smartphone, dunia ada di genggaman kita, artinya kita sudah bisa berinteraksi dengan siapa pun dan di mana pun, termasuk masyarakat luar negeri.

Inilah maksud nasionalisme yang sesungguhnya, yaitu bagaimana kita berkiprah untuk Indonesia pada ranahnya masing-masing. Namun, bertindak pun tidak dengan sekadarnya, melainkan dengan cerdas dan penuh persiapan, sehingga ouput dan outcome dari apa yang diusahakan maksimal. 

Ada beberapa langkah untuk mendukung nasionalisasi ekonomi di era global ini. Pertama, melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats) dengan penuh kehati-hatian, mendalam, dan terbuka. Kehati-hatian diperlukan karena bisa jadi kita menganggap sesuatu sebagai ancaman, padahal bisa jadi masa yang akan datang menjadi peluang. Mendalam juga dibutuhkan karena analisis yang kita susun tidak hanya untuk beberapa waktu saja, melainkan untuk waktu yang panjang sesuai dengan prinsip kelangsungan usaha, yaitu perusahaan berdiri dengan asumsi tidak ada harapan untuk berhenti (bangkrut), sehingga hal-hal yang rinci pun harus dipikirkan. Terbuka juga penting dilakukan mengingat manusia dengan subyektivitasnya rentan salah dalam menilai, sehingga perlu adanya Quality Control (QC). Dengan adanya QC, harapanya bisa meminimalisasi kesalahan analisis. 

Kedua, menambah dan meningkatkan kemampuan berbahasa. Melebarkan sayap, bukan sekedar pergi ke daerah yang lebih luas tanpa persiapan yang matang. Bayangkan jika kita warga Indonesia pergi ke suatu tempat yang di sana tidak ada sama sekali manusia yang bisa berbahasa Indonesia. Tamatlah riwayat kita, kecuali jika kita bisa menyamakan persepsi. Keadaan inilah yang dirasa penting bagi warga negara Indonesia di era global ini juga memperdalam bahasa asing, minimal bahasa kesepakatan dunia, yaitu Bahasa Inggris.

Ketiga, beradaptasi dengan teknologi. Teknologi yang makin hari makin banyak baiknya dipelajari dan dimanfaatkan untuk keperluan analisis produk dan pemasaran. Namun, kemampuan mengoperasikan teknologi bukan hal yang mutlak. Artinya, cukup dengan bekerja sama dengan rekanan yang ahli di bidang teknologi informasi untuk merealisasikan konsep yang dingikan.

Keempat, mempelajari regulasi antarnegara. Untuk melakukan kegiatan yang lebih luas lagi, alangkah baiknya memperdalam keilmuan tentang syarat dan proses distribusi antarnegara akan seperti apa. Harapannya, konsep akan sesuai dengan kondisi real baik negara asal maupun tujuan ekspor.

Jika barang dan jasa dari Indonesia sudah benar-benar mampu merajai dunia, timbullah rasa puas dan bangga akan identitas diri sebagai bagian dari Indonesia. Kesungguhan berkegiatan dengan landasan kecintaan kepada Indonesia, maka nasionalisme itu pun akan terwujud dengan sendirinya. Sekali lagi, “Saya Indonesia, Saya Pancasila”.

(Helti Nur Aisyiah)


Ramadhan: Gairah Kewirausahaan

Memang, Ramadhan itu ajang meningkatkan kualitas ibadah, bukan kuantitas pengeluaran. Namun, jika kita kaitkan antara “ibadah” dan “pengeluaran”, akan menjadi hal yang sama dalam hal sedekah, yaitu pengeluaran yang bernilai ibadah. Sedekah di luar Ramadhan saja rutin, apalagi di Bulan Ramadhan yang jelas-jelas pahalanya berlipat ganda, sehingga orang akan cenderung memperbanyak sedekah di Bulan Ramadhan. Dengan demikian, banyaknya permintaan akan barang atau jasa, bukan hanya  dari konsumen yang langsung menikmati barang atau jasa, melainkan juga konsumen yang membeli barang atau jasa untuk keperluan sedekah.

Permintaan akan barang atau jasa pada Bulan Ramadhan mengalami peningkatan mengingat ada banyak tradisi di dalamnya, antara lain sahur on the road, buka bersama, takjilan, baju baru, Tunjangan Hari Raya (THR), mudik, dan fitrah. Setiap tradisi tersebut mempunyai sesuatu yang khas. Kekhasan tersebutlah yang mendorong masyarakat untuk bisa menangkap peluang berwirausaha.

Sahur on the Road, Takjilan, dan Buka Bersama
Sebenarnya, sahur on the road, takjilan, dan buka bersama (buber) tidak jauh beda dengan makan bersama pada umumnya. Yang membedakan adalah tentang waktu, tempat, dan hidangan. Sahur on the road jelas pada waktu jelang Subuh di jalan, takjilan jelang Maghrib di masjid, dan buber jelang Maghrib di rumah, restoran, atau sejenisnya.
Tentang hidangan, jelas ada yang khas dalam ketiga kegiatan tersebut, yaitu kurma dan kolak. Hidangan yang khas tersebut mendorong para produsen dan pedagang baik yang sudah ada maupun yang baru memulai berdagang mulai melakukan penawaran terhadap calon konsumen. Biasanya, promo kurma dilakukan jauh-jauh hari sebelum Ramadhan. sedangkan kolak rutin dijajakan rutin setiap sore di pinggiran sepanjang jalan.

Baju Baru
Kalau kita ingat lagu yang dibawakan Dea Ananda, salah satu personel trio kwek-kwek di era-90an, kita pasti mengiyakan lirik yang dibawakannya. Sepenggal lirik tersebut adalah:
            “Baju baru Alhamdulillah, tuk dipakai di hari raya.”
Dalam lirik tersebut benar menunjukkan memang ada kebiasaan masyarakat Indonesia mengenakan baju baru di hari raya, Idul Fitri. Makna “baju” di sini tidak sebatas pada baju saja, melainkan meluas menjadi berbagai macam sandang. Misalnya, celana, rok, sepatu, sandal, kerudung, peci, dan sebagainya. Dari sinilah, muncullah banyak penjual pakaian. Apalagi, di era olshop seperti sekarang ini. Cukup berbekal handphone dan kuota internet, semua kalangan bisa berjualan pakaian.

Tunjangan Hari Raya
Tunjangan Hari Raya (THR) tidak selalu berbentuk cash money. Ada beberapa perusahaan yang memilih memberikan parcel kepada karyawan dan kliennya. Parcel tersebut biasanya berisi kebutuhan pokok dan pelengkap yang biasanya digunaka pada bulan Ramadhan dan hari raya. Melihat tradisi ini, muncullah jasa pembuatan parcel. Jasa tersebut pun tidak terbatas hanya membuatkan saja, melainkan dari mulai pembelian bahan hingga pengantaran ke alamat yang dituju.

Fitrah
“Fitrah” memang berasal dari Bahasa Arab yang salah satu artinya adalah keadaan yang suci. Namun, ada pergeseran makna dalam momen lebaran di Indonesia. Pada saat lebaran, ada tradisi bagi-bagi fitrah (uang saku) kepada anak-anak, baik anak sendiri, keponakan, cucu, anak tetangga, maupun anak kerabat, khususnya anggota keluarga lainnya yang belum bekerja. Biasanya, fitrah dibagikan berupa uang yang baru dicetak baik langsung maupun dikemas dalam bentuk amplop. Dari tradisi ini, ada peluang untuk membuka jasa penukaran uang baru. Ini bisa dilihat di pinggir-pinggir jalan raya banyak orang yang membuka jasa penukaran uang baru.

Mudik
Mudik memang menggembirakan, tetapi juga melelahkan. Menggembirakan karena bertemu dengan keluarga, terutama ayah dan ibu yang telah lama berpisah untuk urusan tertentu di tempat perantauan. Sebaliknya, dikatakan melelahkan karena munculnya masalah yang ditimbulkannya dari proses mudik tersebut –menjelang dan sesudah lebaran—selalu sama: kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.  Dari kondisi ini, masyarakat juga bisa menyediakan solusi dengan menjual barang atau jasa untuk mendukung kelancaran dan kenyamanan pemudik.
Berbicara tentang mudik, pemerintah pun juga punya tradisi berbenah tentang infrastruktur yang biasa dilalui pemudik. Sebut saja, jalan tol atau bukan tol yang diperbaiki khusus untuk mempersiapkan momen mudik. Dengan adanya perbaikan, wajarnya akan menimbulkan kemacetan yang panjang dan berjam-jam. Kondisi yang membosankan ini, jelas memunculkan ide kreatif para remaja di sekitar jalan tersebut untuk menyediakan jalan alternatif dengan tarif tertentu.
Berdasarkan tradisi-tradisi di atas, Ramadhan memang secara tidak langsung membentuk fenomena sosial yang mendorong masyarakat untuk melihat dan merespon peluang usaha yang ada. Kondisi inilah yang memunculkan banyak penjual dadakan. Bukan hanya dari kalangan dewasa, melainkan anak-anak dan remaja. Apalagi, kewirausahaan sudah menjadi mata pelajaran dan mata kuliah dalam proses pembelajaran di sekolah maupun kampus. Lebih-lebih jika Ramadhan ini dijadikan momen penilaian proses pembelajaran oleh guru maupun di dosen yang berdampak akan lebih banyak lagi yang menjadi penjual dadakan.
Dengan adanya momen ini, harapannya berwirausaha tidak hanya terbatas pada bulan Ramadhan saja. Sebaiknya juga dilakukan dengan menganut prinsip going concern yang menyatakan bahwa unit usaha dapat tetap beroperasi dalam jangka waktu ke depan. Jika memang benar-benar terjadi, maka akan membantu pembangunan Indonesia, terutama dalam mengurangi pengangguran dan mendukung pembangunan ekonomi. Ini sejalan dengan apa yang telah dikatakan oleh salah satu tokoh ekonomi, Schumpeter, bahwa pengusaha merupakan inovator yang menjadi tokoh dalam mendorong pembangunan ekonomi.

(Helti Nur Aisyiah)