Pages

Saturday, 1 July 2017

Ramadhan: Gairah Kewirausahaan

Memang, Ramadhan itu ajang meningkatkan kualitas ibadah, bukan kuantitas pengeluaran. Namun, jika kita kaitkan antara “ibadah” dan “pengeluaran”, akan menjadi hal yang sama dalam hal sedekah, yaitu pengeluaran yang bernilai ibadah. Sedekah di luar Ramadhan saja rutin, apalagi di Bulan Ramadhan yang jelas-jelas pahalanya berlipat ganda, sehingga orang akan cenderung memperbanyak sedekah di Bulan Ramadhan. Dengan demikian, banyaknya permintaan akan barang atau jasa, bukan hanya  dari konsumen yang langsung menikmati barang atau jasa, melainkan juga konsumen yang membeli barang atau jasa untuk keperluan sedekah.

Permintaan akan barang atau jasa pada Bulan Ramadhan mengalami peningkatan mengingat ada banyak tradisi di dalamnya, antara lain sahur on the road, buka bersama, takjilan, baju baru, Tunjangan Hari Raya (THR), mudik, dan fitrah. Setiap tradisi tersebut mempunyai sesuatu yang khas. Kekhasan tersebutlah yang mendorong masyarakat untuk bisa menangkap peluang berwirausaha.

Sahur on the Road, Takjilan, dan Buka Bersama
Sebenarnya, sahur on the road, takjilan, dan buka bersama (buber) tidak jauh beda dengan makan bersama pada umumnya. Yang membedakan adalah tentang waktu, tempat, dan hidangan. Sahur on the road jelas pada waktu jelang Subuh di jalan, takjilan jelang Maghrib di masjid, dan buber jelang Maghrib di rumah, restoran, atau sejenisnya.
Tentang hidangan, jelas ada yang khas dalam ketiga kegiatan tersebut, yaitu kurma dan kolak. Hidangan yang khas tersebut mendorong para produsen dan pedagang baik yang sudah ada maupun yang baru memulai berdagang mulai melakukan penawaran terhadap calon konsumen. Biasanya, promo kurma dilakukan jauh-jauh hari sebelum Ramadhan. sedangkan kolak rutin dijajakan rutin setiap sore di pinggiran sepanjang jalan.

Baju Baru
Kalau kita ingat lagu yang dibawakan Dea Ananda, salah satu personel trio kwek-kwek di era-90an, kita pasti mengiyakan lirik yang dibawakannya. Sepenggal lirik tersebut adalah:
            “Baju baru Alhamdulillah, tuk dipakai di hari raya.”
Dalam lirik tersebut benar menunjukkan memang ada kebiasaan masyarakat Indonesia mengenakan baju baru di hari raya, Idul Fitri. Makna “baju” di sini tidak sebatas pada baju saja, melainkan meluas menjadi berbagai macam sandang. Misalnya, celana, rok, sepatu, sandal, kerudung, peci, dan sebagainya. Dari sinilah, muncullah banyak penjual pakaian. Apalagi, di era olshop seperti sekarang ini. Cukup berbekal handphone dan kuota internet, semua kalangan bisa berjualan pakaian.

Tunjangan Hari Raya
Tunjangan Hari Raya (THR) tidak selalu berbentuk cash money. Ada beberapa perusahaan yang memilih memberikan parcel kepada karyawan dan kliennya. Parcel tersebut biasanya berisi kebutuhan pokok dan pelengkap yang biasanya digunaka pada bulan Ramadhan dan hari raya. Melihat tradisi ini, muncullah jasa pembuatan parcel. Jasa tersebut pun tidak terbatas hanya membuatkan saja, melainkan dari mulai pembelian bahan hingga pengantaran ke alamat yang dituju.

Fitrah
“Fitrah” memang berasal dari Bahasa Arab yang salah satu artinya adalah keadaan yang suci. Namun, ada pergeseran makna dalam momen lebaran di Indonesia. Pada saat lebaran, ada tradisi bagi-bagi fitrah (uang saku) kepada anak-anak, baik anak sendiri, keponakan, cucu, anak tetangga, maupun anak kerabat, khususnya anggota keluarga lainnya yang belum bekerja. Biasanya, fitrah dibagikan berupa uang yang baru dicetak baik langsung maupun dikemas dalam bentuk amplop. Dari tradisi ini, ada peluang untuk membuka jasa penukaran uang baru. Ini bisa dilihat di pinggir-pinggir jalan raya banyak orang yang membuka jasa penukaran uang baru.

Mudik
Mudik memang menggembirakan, tetapi juga melelahkan. Menggembirakan karena bertemu dengan keluarga, terutama ayah dan ibu yang telah lama berpisah untuk urusan tertentu di tempat perantauan. Sebaliknya, dikatakan melelahkan karena munculnya masalah yang ditimbulkannya dari proses mudik tersebut –menjelang dan sesudah lebaran—selalu sama: kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.  Dari kondisi ini, masyarakat juga bisa menyediakan solusi dengan menjual barang atau jasa untuk mendukung kelancaran dan kenyamanan pemudik.
Berbicara tentang mudik, pemerintah pun juga punya tradisi berbenah tentang infrastruktur yang biasa dilalui pemudik. Sebut saja, jalan tol atau bukan tol yang diperbaiki khusus untuk mempersiapkan momen mudik. Dengan adanya perbaikan, wajarnya akan menimbulkan kemacetan yang panjang dan berjam-jam. Kondisi yang membosankan ini, jelas memunculkan ide kreatif para remaja di sekitar jalan tersebut untuk menyediakan jalan alternatif dengan tarif tertentu.
Berdasarkan tradisi-tradisi di atas, Ramadhan memang secara tidak langsung membentuk fenomena sosial yang mendorong masyarakat untuk melihat dan merespon peluang usaha yang ada. Kondisi inilah yang memunculkan banyak penjual dadakan. Bukan hanya dari kalangan dewasa, melainkan anak-anak dan remaja. Apalagi, kewirausahaan sudah menjadi mata pelajaran dan mata kuliah dalam proses pembelajaran di sekolah maupun kampus. Lebih-lebih jika Ramadhan ini dijadikan momen penilaian proses pembelajaran oleh guru maupun di dosen yang berdampak akan lebih banyak lagi yang menjadi penjual dadakan.
Dengan adanya momen ini, harapannya berwirausaha tidak hanya terbatas pada bulan Ramadhan saja. Sebaiknya juga dilakukan dengan menganut prinsip going concern yang menyatakan bahwa unit usaha dapat tetap beroperasi dalam jangka waktu ke depan. Jika memang benar-benar terjadi, maka akan membantu pembangunan Indonesia, terutama dalam mengurangi pengangguran dan mendukung pembangunan ekonomi. Ini sejalan dengan apa yang telah dikatakan oleh salah satu tokoh ekonomi, Schumpeter, bahwa pengusaha merupakan inovator yang menjadi tokoh dalam mendorong pembangunan ekonomi.

(Helti Nur Aisyiah)











No comments: