Literasi itu lebih ke arah kemelekaksaraan, yaitu bagaimana bisa memberikan solusi atas segala permasalahan yang ada dengan aksara.
Dalam melahap buku, kita tak perlu membatasi jenis buku yang akan dibaca, tapi tetap ada prioritas. Misalnya, pada saat ini mbak Helvy dalam target menulis buku, skenario film, dan disertasi. Jadi, dia tentukan sendiri skala prioritasnya. Yang pasti, buku-buku itu bisa memperkaya jiwa.
Beruntunglah bagi yang suka membaca sejak kecil karena sesungguhnya apa yang kita baca diwaktu kecil, akan kembali 20 tahun yang akan datang (David Mc Lillon, psikolog). Kalau di Indonesia, mengapa banyak koruptor? Mungkin karena di waktu kecil membaca buku seputar si kancil yang di sana mengajarkan tentang kecerdikan. Jadi, intinya cerita bisa mempengaruhi hidup orang entah ditulis maupun diceritakan.
Dengan pengaruh dahsyat tersebut, ketika menulis tak perlu berpikir bahwa tulisan akan berpengaruh pada kehidupan orang. Minimal banyak yang baca, gitu saja.
John Kennedy, Presiden USA, mengatakan bahwa jika politik itu bengkong, maka puisi bisa meluruskannya. Presiden pun suka menulis. Yang sering kita nilai kaku saja, suka menulis. Kata mbak Helvy, puisi itu ungkapan dari kerumitan hati. Saya sepakat dengan pernyataannya kali ini karena saya buktikan sendiri. Pada zaman SMA yang saya rasa hidupku paling terpuruk, saya lantas menulis beberapa puisi. Dan alhamdulillah, termuat semua di harian umum Solopos pada waktu itu (antara tahun 2005 - 2008).
Menulis itu suatu aktivitas yang menggunakan otak kanan dan kiri secara bersamaan. Jadi, menulis memerlukan kerja sama antara otak kanan dan kiri. Otak kanan condong ke perasaan, sedangkan otak kiri melogika bagaimana tulisan sesuai dengan aturan kepenulisan yang ada.
Karakter orang pun bisa dinilai dari karakteristik tulisannya. Kita bisa menilai orang dari tulisan-tulisannya. Banyaklah membaca, maka kita akan banyak tahu karakter orang di sekitar kita. Selain itu, akan banyak karakter tulisan yang akan bisa kita pelajari ketika akan menulis.
Ada satu permasalahan menulis: Menulis gak selesai-selesai kenapa? Karena kita menulis sambil mengedit. Nulis aja dulu sampai selesai, habis itu baru editing. Jangan langsung, kasih jeda dulu. Jedanya untuk makan, jalan-jalan, tidur, dsb. Habis itu, baru buka lagi tulisan kita. Itu lebih efektif dan efisien.
Menulis itu kesenangan. Tulis apa saja dengan berimajinasi tanpa perlu kuatir. Kalau menulis karya ilmiah? Bayangkan saja bahwa suatu saat nanti karya ilmiah kita akan bermanfaat bagi banyak orang.
Ada sebuah kasus umum yang bagi orang yang suka berbicara tapi tidak suka menulis, maka mulai merekam ketika berbicara, kemudian tuliskan. Karena sebenarnya tulisan itu pembicaraan yang ditulis.
Menulis itu menyehatkan dengan cara menuliskan apa saja yang dirasakan. Sedih, galau,dan sebagainya, tuliskan. Bahkan, penyakit parah saja bisa sembuh bertahap. Misalnya, asma nadia yang awalnya ada 7 tumor di kepala bisa berkurang menjadi 5 berkat kebiasaannya menulis.
*)Tulisan ini merupakan poin-poin penting yang dianggap penting oleh penulis dari apa disampaikan oleh Mbak Helvy Tiana Rosa. Kesempatan emas ini diperoleh pada hari Jum'at, 15 Desember 2017 di gedung Pascasarjana UNS lantai 3 dalam rangkaian seminar nasional Forum Mahasiswa Muslim Pascasarjana UNS.
No comments:
Post a Comment