Pages

Monday, 26 December 2016

Penelitian Abal-abal

Kata "abal-abal" sering digunakan untuk memberikan predikat kepada sesuatu yang tidak sungguhan atau hanya sekedar formalitas. Ada kampus abal-abal, ada mahasiswa abal-abal, dan segala hal yang bisa disebut abal-abal karena kita memandangnya dengan sebelah mata.

Pagi ini tadi, saya didatangi oleh tim suksesi disertasi calon doktor di sebuah perguruan tinggi negeri. Mereka jauh-jauh datang menemui saya untuk meminta bantuan agar mahasiswa saya mau menyebarkan angket ke seluruh akademisi dan mahasiswa se-kotamadya di mana saya tinggal. Kebetulan, disertasinya menggunakan objek provinsi di mana saya berada.

Ada hal yang janggal ketika saya menanyakan judul. Dia menyebutkan satu kata, yaitu PTS. Saya heran. Dalam hati saya "loh, kan saya bekerja di instansi negeri". Sepertinya memang ada yang tidak beres. Dialog demi dialog mengalir begitu saja. Dan pada akhirnya, ada penekanan kalimat "Ah, mbaknya tau sendirilah gimana nantinya. Yang penting terisi. Ndak balik semua juga ndak apa-apa."

Haduh, ini selevel doktor lho. Kok bisa-bisanya menggampangkan disertasi. Kalau bahasa kerennya, bisa dimanipulasi. Kalau prosesnya saja sudah begitu, bagaimana dengan hasilnya. Layakkah hasil penelitian yang di-"belok"-kan dapat menjadi saksi bisu title kedoktorannya?

Saya jadi berpikir ke arah generalisasi penelitian. Jangan-jangan memang sudah tidak ada lagi penelitian kuantitatif yang murni hasil dari lapangan. Jangan-jangan skripsi, thesis, dan disertasi hanya dijadikan formalitas demi kelulusan. Padahal, hasil penelitian sering dijadikan acuan penelitian setelahnya. Kalau penelitian sebelumnya saja sudah terkontaminasi oleh konflik kepentingan, bagaimana dengan penelitian setelahnya.

Yah, semoga saja segera tersolusikan masalah yang sudah mengakar sejak lama. Kasihan juga, mahasiswa yang mengidolakan dosen dengan title tertentu, ternyata hanya abal-abal. Kecewa.

No comments: