Disampaikan oleh Dr. Raditya Sukmana, S.E., M.A.
Diskusi ini akan menjawab tentang bagaimana riba diturunkan oleh wakaf?
Sekarang ini, Bank Indonesia (BI) sudah mulai mengurusi di luar perbankan. Misalnya, sudah mau ngurusi pesantren, ada unsur wakaf di situ. BI melihat bahwa mereka harus membantu Baznas dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) agar performance-nya lebih baik lagi. Fokusnya lebih ke dalam hal tata kelola.
Adakah standar yang pengelolaan keuangan syariah level Internasional? Belum! Arab, malaysia, dsb jalan sendiri2. Oleh karenanya, BI mulai menginisiasi untuk menyusun standar pengelolaan zakat wakaf.
Hakekatnya, laba dari wakaf produktif digunakan untuk kepentingan sosial. Kalau mengambil kasus di Turki yang saking tidak ada yang perlu disantuni,maka laba wakaf sosial dipakai untuk memberikan makanan bagi buruh-buruh di sana. Ini berbeda sekali dengan kondisi Indonesia saat ini. Di turki, burung-burung saja makmur, apalagi manusia-manusianya.
Setelah mendeskripsikan potensi wakaf di Indonesia, peserta conference di South Africa menyelamati pak radit dengan memberikan doa dan harapan agar Indonesia bisa menjadi pusat keuangan syariah. Pengalaman lainnya di Januari kemarin beliau ke Nigeria, beliau diminta berbicara tentang wakaf. Perjalanan dari hotel ke kampus, beliau melihat banyak anak seusia SD bertebaran di jalanan. Di jalanan mereka membawa mangkok dengan harapan ada yang memberi sedekah. Beliau bertanya, kenapa mereka tidak sekolah padahal sekolah sudah digratiskan. Ternyata, orang tua tidak memandang penting tentang pendidikan. Jadi, wajar jika penampilan orang nigeria minimalis karena memang tidak begitu antusias dengan sekolah walaupun sebenarnya pemerintah sudah berupaya memberikan perhatian lebih pada anak-anak bangsa mereka.
Kalau berbicara tentang turki yang hasil wakafnya dipakai untuk perkembangan di hospital, luar biasa hebat. Sampai-sampai ada perawat yang mau memastikan mantan pasien tentang kesembuhannya hingga ke rumah. Pakai apa perawatn atau dokter ke rumah mantan pasien itu? Pakai dana laba wakaf produkti. Keren bukan?
Ahli wakaf di Turki dalam bukunya mengatakan bahwa wakaf dapat menurunkan riba. Benar! Analoginya, presiden mengundang sekelompok orang terkaya dan dermawan se-Indonesia. Presiden menunjukkan RAPBN yang defisit. Presiden menyampaikan rencana untuk mengambil utang untuk menutup defisit. Ada satu orang kaya dan dermawan, mengatakan agar dana sektor pendidikan , kesehatan, dan infrastruktur dihapuskan saja, Pak!". Kami punya rencana untuk dialihkan kepada tanggung jawab kami. Kami akan mendirikan gedung pendidikan fasilitas kesehatan, dan infrastruktur, dsb dari wakaf kami. Kecil bagi kami. Kalau sudah begini, pemerintah ndak perlu lagi utang yang di dalamnya ada riba.
Kasus yang nyata di Surabaya, bu Risma memindahkan pengemis-pengemis di traffic light ke suatu tempat untuk dibekali keterampilan. Ini jelas memakai dana APBD. Sementara di waktu lain, lembaga amil zakat juga ada program yang berfokus pada hal yang sama.
Dengan analogi dan kasus tersebut, mengapa antara lembaga amil zakat wakaf dan pemerintah bekerja sama?
Pernah dengar Zam-zam tower? Ternyata itu gedung wakaf. Penggalangan dana menggunakan sukuk intiva. Untung ndak mendirikan gedung di dekat Masjidil Haram? Jelas! Itu tentang analisis SWOT terhadap pelaksanaan ibadah haji. Pemerintah Arab saja benar-benar memanfaatkan sistem wakaf, kapan dengan Indonesia? Suatu saat nanti InsyaAllah.
Kalau berbicara tentang wakaf tunai, belajarlah dari Singapore. Di sana sudah ditentukan berapa jumlah cash wakaf bagi pekerja muslim di sana. Rentang paling sedikit adalah penghasilan nol hingga 1000 dolar singapura (sekitar 9 juta rupiah), gaji dipotong 1 dolar singapura (sekitar 9 ribu rupiah) oleh kementerian keuangan di sana. Kok bisa? Pemerintah di sana memiliki data rekening pekerja muslim di Singapura. Sebenarnya wakaf uang sudah pernah ada di zaman pak SBY, tapi ya hanya sekali saja tidak kontinu. Kalau ini kontinu, akan seindah apa Indonesia ini?
Untuk memulai tata kelola wakaf yang baik, bisa dimulai dari perbaikan tim BWI. Contoh kasus ada di BWI Jawa Timur. Kebetulan Pak Radit ini anggota tim BWI. Belia bercerita bahwa ketua BWI Jawa timur berketua profesor di IAIN Surakarta dan wakilnya pegawai Kementerian Agama. Jelas BWI hanya menjadi second job kan? Beliau pun menyadari kalau BWI sering tutup karena memang pekerjaan utamanya ada di kampus sebagai dosen. Jadi, ini jelas PR besar bagi kita selaku pengharap wakaf bisa diterapkan betul di Indonesia.
*tulisan ini bersifat subjektif yang disarikan oleh Helti Nur Aisyiah, M.Si. Selaku peserta Training of Trainer Modul Zakat, Wakaf, dan Usaha Mikro Islam di Ruang Senat IAIN Surakarta tanggal 30 November 2017.