Sepertinya
akan jarang terdengar ucapan “Nunggu jeda iklan dulu ya….” sebagai kode
seseorang akan melakukan aktivitas di sela-sela program acara televisi atau
hanya sekedar mengganti channel untuk
menghindari iklan-iklan. Kini, konsumen sudah mulai merasa lebih sulit untuk
menghindari pesan komersil tersebut. Nampaknya pengiklan sudah mulai lihai
memainkan strategi dalam hal memikat konsumen.
Bagi
penikmat sinetron, pasti sudah hafal strategi iklan yang sedang marak saat ini.
Iklan tidak lagi ditempatkan dalam space
tersendiri, melainkan include dalam
alur cerita. Bahkan, pada sosialisasi sinetron dalam sebuah stasiun televisi
swasta jelas-jelas menyebutkan bahwa program acara tersebut akan tayang tanpa
jeda iklan. Kebijakan manajemen media tersebut jelas sangat memanjakan para
penikmat program acara televisi.
Sebenarnya
dibalik iming-iming tanpa atau iklan
dalam jumlah minimal, tetap ada kecenderungan penonton untuk tidak bisa lepas
dari iklan. Dalam beberapa sinteron, mau tidak mau, penonton akan tetap melihat
dan menikmati konten iklan, tetapi secara tersirat. Salah satu contoh
penempatan iklan tersirat yang paling dominan bisa dilihat pada adegan kumpul
bersama antartokoh yang kemudian mengeluarkan produk tertentu untuk dimakan
atau diminum bersama. Strategi lainnya, percakapan dalam sebuah adegan sengaja
dilakukan di bawah baliho yang di sana sudah menayangkan iklan produk tertentu.
Kalau sudah begini, bagaimana bisa menghindar dari iklan. Dulu yang biasanya sambat, sekarang harus mulai bersahabat.
Dalam
dunia media, iklan yang tersirat pada alur cerita dinamakan product placement, yaitu suatu kegiatan
yang bertujuan untuk berpromosi dengan cara menempatkan secara aktif maupun
pasif atribut produk seperti logo, merek atau nama perusahaan dari suatu barang
atau jasa ke dalam alur cerita film atau acara televisi lainnya (Subari, 2012:
11). Strategi menempatkan iklan dalam alur cerita tersebut bisa dikatakan
sangat menarik. Apalagi, diperankan langsung oleh para aktor dan aktris yang
sudah terbiasa menjiwai karakter beberapa tokoh, sehingga diharapkan mampu
benar-benar menjalankan fungsi persuasi iklan, yaitu mengajak penonton untuk
juga bisa menikmati produk yang diiklankan di dunia nyata. Seperti makna iklan
yang sebenarnya, yaitu pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada
masyarakat lewat suatu media (Kasali, 1995: 9).
Dalam
menawarkan pun sudah semestinya menggunakan teknik komunikasi yang kreatif,
sehingga tepat sasaran, konsumen terkesan, dan tidak membosankan. Apalagi,
memang iklan tersirat ini memang tidak seharusnya terlihat sedang beriklan,
melainkan hanya samar-samar. Widyatama (2011: 43) mengatakan bahwa dalam
memperkenalkan barang atau jasa bisa dilakukan tanpa ada unsur memaksa atau
membujuk untuk membeli atau menggunakan. Dengan demikian, perlu adanya rencana
yang sistematis untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Iklan
dalam sinetron yang sedang marak saat ini sebenarnya bukan hal yang baru,
melainkan sudah ada pada sinetron sebelumnya, misalnya Para Pencari Tuhan Jilid
5 (2011), Binar Bening Berlian (2011), dan Aliya (2012). Selain melanjutkan dan
menyemarakkan strategi yang sudah ada sebelumnya, iklan dalam sinetron juga
sebagai hasil adopsi dari dunia perfilman. Kalau lihat film Di Bawah Lindungan
Ka’bah (2011) dan Habibie Ainun (2012), pasti ingat iklan apa saja yang
tersirat dalam film tersebut. Itu baru beberapa film nasional yang disebutkan,
belum film skala internasional.
Selain
sinetron dan film, iklan tersirat juga bisa terlihat dalam kuis yang
mensponsori sinetron dan program acara infotainment.
Kita bisa menghindari iklan dalam kuis dan infotainment
yang diperankan oleh artis, tetapi tidak bisa pada sinetron dan film. Hal
ini dikarenakan jika ingin tahu alur cerita, maka memang harus stand by melihat dari awal hingga akhir
yang di sela-sela adegan disisipi iklan.
Cerdas
Beriklan
Persaingan
bisnis yang makin ketat menuntut para pengusaha, termasuk marketing untuk
memutar otak dalam hal menarik hati calon konsumen agar mau menggunakan
produknya. Normalnya, orang akan jenuh dengan rentetan iklan yang panjang dan
lama. Bahkan, dahulu ada durasi iklan melebih durasi program acara inti.
Artinya, jika seseorang tidak berganti channel,
penonton akan menonton iklan lebih lama dari pada alur cerita pada sinetron.
Ini bisa dijumpai pada sinetron yang memiliki rating tinggi.
Biasanya,
semakin tinggi rating, semakin banyak
iklan yang ditawarkan. Akan tetapi, jika semakin banyak iklan, maka penonton
pun akan terganggu. Dengan keadaan yang dilematis ini, nampaknya product placement menjadi solusi tepat
bagi para pengiklan dan penikmat produk cerita visual, sinetron. Penonton akan
dimanjakan dengan cerita yang lebih lama dan pengiklan juga bisa tetap
menyampaikan pesan perusahaan tentang produknya.
Pada
prosesnya, pasti ada yang suka dan ada yang tidak suka. Ini wajar, tetapi product placement ini menjadi
pundi-pundi baru bagi produser untuk menutup biaya produksi dan promosi.
Seperti diketahui bahwa iklan memang salah satu sumber penghasilan bagi sebuah
sinetron.
Ke
depannya, akan banyak benchmarking
dari iklan tersirat dari jenis sinetron ini. Bahasa mudahnya, benchmarking bisa diartikan sebagai
meniru kinerja perusahaan pesaing. Benchmarking
bisa dilakukan dengan mengadopsi teknik pada perusahaan yang sama atau berbeda
jenis. Strategi product placement
dalam sinetron A bisa diterapkan pada sinetron B atau media yang berbeda,
misalnya cerita dalam radio atau bahkan film dalam youtube yang sekarang sedang kekinian.
Jika
melihat pesatnya perkembangan teknologi informasi dan menjamurnya virus
kewirausahaan yang menjadikan setiap orang bisa jualan, sudah sepantasnya
setiap penjual mulai jeli dalam menentukan strategi pemasaran. Buat apa barang
atau jasa banyak dihasilkan, tetapi tidak terdistribusikan. Jadi, perlu adanya
strategi pemasaran dengan hasil yang signifikan. Setiap pemilik usaha harus
pintar mencari celah agar calon konsumen tidak risih dengan iklan yang
dipasang. Jika ini terealisasikan, maka tercapai win-win solution: konsumen nyaman, pesan pemasaran tersampaikan.
Tulisan ini terbit di media UC News tanggal 15 Oktober 2017
~ Helti Nur Aisyiah ~
Tulisan ini terbit di media UC News tanggal 15 Oktober 2017
~ Helti Nur Aisyiah ~