Belum pernah terpikirkan
sebelumnya bahwa ternyata laporan keuangan yang sering kita jumpai saat ini merupakan
hasil rekayasa dari tim khusus yang ditunjuk oleh pemerintah di sebuah Negara.
Sebut saja Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang diberi tanggung jawab penuh
dalam membuat pedoman pelaporan keuangan. Pedoman tersebut dituangkan dalam
rerangka konseptual. Tentunya, bukan dokumen biasa, melainkan dokumen yang
benar-benar buah pikiran dari beberapa profesional di bidang akuntansi dan non
akuntansi. Mengapa harus multidisipliner? Saya pikir di sini untuk
meminimalisasi argumen yang mengada-ada. Misalnya, dalam hal menilai aset
berupa teknologi, perlu keikutsertaan dari lulusan teknologi informasi. Kalau
bisa, lulusan kombinasi antara kampus dalam dan luar negeri, sehingga bisa
menyesuaikan antara standar di luar negeri dan dalam negeri mengingat standar
akuntansi pun sudah mendunia, sebut saja IFRS.
Kita boleh mendefinisikan
akuntansi sebagai seni, sains, maupun teknologi. Namun, jika kita membaca
Suwardjono dalam bab 3, kita diarahkan untuk membahas akuntansi di ranah
teknologi. Teknologi ini dimaksudkan untuk menyusun pedoman pelaporan keuangan
agar mencapai tujuan yang diinginkan. Penyusunan pun tidak semudah yang kita
bayangkan, harus melalui banyak tahap agar mencapai kualitas tinggi. Bisa kita
lihat prosedur yang disediakan oleh Financial Accounting Standards Board
(FASB), ada Sembilan tahap. Kalau boleh saya sederhanakan, ini mirip dengan
penyusunan AD/ART dalam UKM yang saya ikuti, yaitu dari mengevaluasi masalah,
melakukan analisis, diskusi, menyusun draft awal, revisi, hingga terbitlah
statemen yang bersangkutan.
Jika perekayasaan yang dilakukan
sedemikian rupa sudah selesai, maka terbentuklah struktur akuntansi yang mana
menunjukkan pihak dan sarana yang saling berhubungan dan berinteraksi. Dengan
kata lain, struktur akuntansi merupakan hasil perekayasaan yang dipraktikkan.
Hubungan tersebut bisa dilihat dalam bagan berikut ini.
No comments:
Post a Comment