Pages

Friday, 30 March 2018

Mother's Working Hours

Mom is great. I feel it myself. It's not that I exalt myself, but I imagine the same condition for me now as my mother in the past. Extraordinary!

Some say that the mother works 24 hours non-stop. Not really. That's excessive or deliberately using hyperbole as a form of thumbs up out of admiration for the mother figure.

Actually mother does not work 24 hours. There's a break too. It's just that, the break time is no longer like a child and father who can set the rest time by themselves. Mom is definitely different. Rest depends on the child and father. In fact, even when family members have rested, sometimes mothers have not rested. Still thinking about and doing pending work in order to give full attention to family members.

Tonight I really feel what it's like to be a mother. Actually not just tonight, but has become a routine for almost 5 years according to the age of my first child. Tonight suddenly the second child vomited which I couldn't help but have to get up to clean and calm my junior man. It turned out that I was not in charge of my youngest child. My eldest son also happens to be cranky tonight. He slept like a fan running around in a daze and was a little weeping. It's really amazing.

It's not the worst. Tonight is normal. There was something even worse, when both of their children were sick and fussy, and he admitted that he also had a severe cold. To make matters worse, nothing helped at all. Great right? Since the worst situation, with a strong determination must try to always be healthy. Because of what? This is nothing but true that there is a statement that says that the mother should not be sick. It turned out to be true. Mother is sick, homework still has to be handled. Unlike office work, you can get out of hand for a few days. If you are at home, you still can't just lie down all day. Truly grateful for mothers who have partners and large families with high empathy.

Thursday, 22 March 2018

Mengawas Ujian Super Ketat

sumber foto: dokumen pribadi

Coba deh lihat ekspresi mereka, anak-anakku di kampus. Sepertinya mereka sungguh-sungguh mengerjakan. Ya jelas iya. Dosennya yang satu ini memang khas bagi mereka. Kata mereka saya itu galak, tapi ramah. Loh, kok galak? Lebih tepatnya bukan galak, tetapi lebih ke arah tegas. Saya tahu penilaian mereka dari teman sesama dosen yang pernah bertanya tentang karakter masing-masing dosen. Dipilihlah saya yang paling tegas. Ya, alhamdulillah kalau begitu penilaian mereka terhadap saya. Memang betul seperti itu dan saya tidak tersinggung. Yang penting masih ada embel-embel ramahnya. Ini warisan karakter dari profesi terdahulu saya, penyiar selama 5 tahun menggambleh ria. Haha...

Saya senang sekali melihat kegigihan mereka dalam belajar. Semoga bukan hanya waktu di mata kuliah saya saja ya. Aturan main di kelas saya sungguh ketat: terlambat tidak boleh masuk. Rasanya menyeramkan, tetapi sebenarnya kalau ditelaah dalam-dalam ini malah membuat anak-anak saya semangat. Semangat berangkat kuliah dan tentunya semangat untuk segera bertemu saya. Hehehe...

Itu baru satu aturan. Itu pun aturan harian. Kalau waktu tes, beda lagi. Sebelum tes dimulai, saya benar-benar meminta mereka untuk mengkondisikan diri agar tidak duduk berdekatan. Kursi baris paling depan nempel tembok paling depan. Begitu juga baris kanan, kiri, dan belakang. Semuanya wajib nempel tembok, sedangkan kursi yang lain menyesuaikan. Kalau ada kursi sisa, dilipat. Sadis kan?

Kelihatannya sih nyebelin bagi mereka, tapi kalau tidak dibegitukan mana mau mereka belajar. Ya kan? Sebenarnya ini wujud tanggung jawab dan rasa sayangku pada mereka. Sungguh, aku sangat menyayangi mereka. Aku tak mau mereka hanya duduk, dengar, hilang, dan pulang. Aku mau mereka sungguh-sungguh mempersiapkan masa depan. Toh, mereka juga kan generasi penerus bangsa ini. Siapa lagi kalau bukan mereka? 

Untuk para pendidik di mana pun berada, tak perlu risau mau dilabeli apa oleh peserta didik kita. Kita lakukan yang terbaik dan sistemik untuk mencetak pewaris negeri yang benar-benar terdidik.

Foto dan narasi ini disusun setelah mengawas UTS kelas 6E tahun ajaran 2018 di IAIN Surakarta

Wednesday, 21 March 2018

Rindu

Hai, pasangan! Kapan ya kita terakhir berbincang? Sepertinya kita sudah lelah dengan kesibukan yang selalu saja memisahkan kita. Atau kitanya saja yang memang sedang ingin tak sejalan? 

Berbicara itu perlu lho. Aku merindukanmu. Sungguh! Memang target-target duniawi menuntut di antara kita ada celah agar kita berjuang di ranah privasi, tetapi satu tetaplah harus “satu”. Bagaimana kita bisa berjalan dengan visi yang sama jika tak lagi saling sapa? 

Aku rindu santainya bersamamu. Aku tahu kamu pejuang, Cinta. Cintamu yang luar biasa untuk anak-anak kita. Tapi, mengendurlah sejenak biar lebih enak. Kita ngopi-ngopi berdua sambil membicarakan esok akan tetap bersama atau tidak. Berjalan bersama melalui jalan yang tak biasa. Terjal, tapi tetap kamu yang paling handal bagiku dan anak-anakku.