Wajar jika para pedagang
di kios-kios Pasar Klewer, kini menempati kios-kios di pasar darurat di
Alun-alun Utara Keraton Solo, tidak suka dengan pedagang konfeksi berjual beli di
mobil yang makin hari makin banyak.
Pembeli-pembeli mereka
beralih ke pedagang bermobil yang berdampak langsung pada penurunan omzet di
kios-kios mereka. Kalau kita bertolak dari berita-berita sebelumnya, ini sama
kasusnya dengan keberadaan gojek oleh becak.
Ini tentang tidak berterimanya
pelaku usaha lama terhadap pelaku usaha baru. Perbandingan harga barang yang
dijual antara di kios-kios pedagang Pasar Klewer dan di mobil yang memangkal di
sekitar Pasar Klewer membuat kosumen berperilaku dilematis.
Harga barang-barang yang
dijual pedagang bermobil dari luar Solo itu lebih murah dari pada di kios-kios
pedagang Pasar Klewer. Kondisi ini sejalan dengan teori perilaku konsumen yang menjelaskan
konsumen memilih produk dan/atau jasa yang akan
dikonsumsinya melalui berbagai pertimbangan.
Salah satu pertimbangannya adalah adanya
perbedaan harga antarpenjual. Dengan
demikian, tidak mengherankan banyak konsumen yang memilih membeli barang dari
penjual-penjual yang menjajakan barang mereka di mobil.
Dengan kata lain, pembeli akan
cenderung memilih barang dengan harga yang lebih murah. Barang yang lebih murah
ini dalam perbandingan dengan barang-barang yang dijual pedagang di kios-kios
Pasar Klewer pasti ditemui di pejual bermobil.
Poster bertuliskan “Kami Menolak Pedagang Bermobil Berjualan Tanpa
Aturan" pun bisa jadi bumerang bagi pedagang di kios-kios Pasar Klewer. Orang
awam yang belum tahu kesejatian konflik antara pedagang kios dan pedagang bermobil
bisa jadi malah penasaran dan berusaha mencari tahu keberadaan pedagang
bermobil itu.
Perlu
Inovasi
Pedagang di kios-kios Pasar
Klewer keberatan dengan aktivitas pedagang bermobil karena harga barang yang dijual
pedagang bermobil jauh lebih murah dari pada yang mereka jual.
Lebih murahnya
barang-barang ini karena alur distribusi yang pendek (langsung dari produsen). Sebenarnya,
barang yang dijual pedagang bermobil dan pedagang di kios Pasar Klewer itu
sama.
Hanya karena alur
distribusi ke kios lebih panjang (lama) yang melewati beberapa tangan, sehingga
menjadikannya lebih mahal. Alhasil, para pembeli yang biasanya membeli barang di
kios, mulai melirik tempat yang lebih menarik dan lebih murah.
Kenyataan pahit ini
menunjukkan bahwa pedagang di kios-kios Pasar Klewer merasa tersaingi. Persaingan
bisnis tentunya menjadi hal yang biasa. Kalau pelaku bisnis lama sudah mulai
tersaingi, berarti harus mulai instropeksi.
Sebenarnya fenomena ini
bisa diprediksi saat awal menjalankan usaha dengan memakai analisis SWOT, yaitu
menganalisis kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities),
dan ancaman (threats) unit bisnis
yang akan atau sudah ada.
Jadi, kehadiran teknik pemasaran melalui mobil ini tidak lagi
menjadi masalah yang berarti karena ancaman keberadaan pedagang bermobil sudah
tertulis dalam analisis SWOT dan hendaknya sudah mulai disiapkan solusinya.
Terlebih para penjual tidak bisa memaksa para pembeli untuk
tetap membeli di tempat mereka pada saat ada tempat lain yang menjual barang
dengan harga yang lebih murah.
Kehadiran mobil untuk berbisnis belum sepenuhnya dapat diterima
oleh para pedagang pasar. Padahal, ini bisa jadi peluang bagi pihak yang
tersaingi untuk selalu mengasah kemampuan pemasaran lebih dalam lagi.
Faktanya, tidak semua pedagang di Pasar Klewer bisa menerima
realitas ini dengan positif. Mereka butuh pendampingan dari pihak yang
berwenang. Pihak yang berwenang itu adalah Pemerintah Kota Solo yang diharapkan
mampu melakukan pendekatan kepada kedua belah pihak, pedagang di kios-kios di
Pasar Klewer dan pedagang bermobil.
Sebaiknya Pemerintah Kota Solo segera mengakomodasi kebutuhan
masing-masing pihak agar permasalahan ini tidak berlarut-larut, misalnya, dengan
membuat aturan yang melegakan pedagang di kios-kios Pasar Klewer dan tidak
memberatkan para pedagang bermobil.
~ Ditulis oleh: Helti Nur Aisyiah, S.Pd., M.Si. - aisyah76@gmail.com - Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta ~
(Tulisan ini dimuat di Solopos Rubrik Gagasan Tanggal 14 Maret 2017)