Pages

Monday, 29 September 2008

Pisah untuk Kembali Fitrah

Minal aidzin wal faidzin…. Sungguh perkataan yang kurang pas, tapi itu kenyataannya di kelas. Kelas baru. A2-Pendidikan Ekonomi-FKIP-UNS. Saking bangganya, walau gak sementereng fak.laen, di sini benar-benar terasa jiwa sosialnya. Keren… gak nyesel masuk univ ini. Banyak komposisi di keluarga baruku yang gak jauh beda dengan yang sebelumnya:

Cakep deh pokoknya. Yang pastinya ni bakalan membantu jalan tuk kehidupan yang lebih baek.

InsyaAllah....

Dunia ini memang susah ditebak. Ketika kita takut menghadapi sesuatu, pasti akan ada sesuatu yang datang kepada kita. Pertolongan Allah. Ya, aku benar yakin akan adanya.

Subhanallah... Hasbunallah wa ni’mal wakiil.

Hari terakir ba'da ekonometri mungkin puncak rasa memiliki di antara kami. Saling berjabat, saling berucap, dan bermaafan melepas kepulangan anggota keluarga kami yang InsyaAllah akan kembali lagi utuh dua minggu kemudian. Selamat jalan, saudara-saudaraku... Salam buat keluarga. Jangan lupa oleh-oleh ya... Jangan lupa juga THR (Tugas Hari Raya) dari dosen-dosen. Key! Hehehe. Taqobalallahu minna wa minkum. Taqobal yaa kariim. Amiiin..

Pergolakan sesama posisi

Siang dan malam selalu berkutat hebohnya merajai agenda manusia tanpa celah sedikit pun. Semua terjadi begitu saja. Tiada cerita tanpa alur dalam skenario. Lepas. Semua tanggap akan keadaan. Tak jua hati ini merasakan beratnya titian hidup bersama orang yang berbeda. Sering memberi. Jarang menerima. Inilah hidup. Kadang tak sesuai yang kita pinta. Ikhlas. Semua akan suka cita jika berlandaskan rela. Rela apa pun itu. Rela berkurang, rela tertindas, bahkan rela dikhianati. Orang bilang kejamnya dunia. Bagiku inilah petualangan hidup. Tiada kenangan membekas dalam diri tanpa sebuah revolusi. Hidup adalah permainan waktu. Barang siapa kuat berjalan bersama waktu dialah sang pemilik kehidupan. Mampu bertahan dalam proses. Mampu melewati aral lintang tanpa hilang haluan.


Semua telah hilang rasa. Semua telah membekas di jiwa. Di lingkungan dimana kuberjuang di jalan-Nya sudah terkontaminasi oleh tingkah dan kataku. Kata jarang terucap. Namun, tingkahlah yang melahirkan kata-kata. Bukan dari mulutku, tapi mulut mereka. Biarkan segalanya berucap apa. Hati ini sudah terlanjur jatuh dalam bungkam. Menatap saja enggan. Apalagi, bercakap.


Semua berawal dari emosi yang memuncak. Aku terbilang bungsu di lingkup perjuangan ini. Pada awal kehadiranku semua menatap sayang. Namun, sebuah tragedi berlandas tak sengaja diselimuti emosi yang memuncak menjadikan semua buyar. Hari itu hari sabtu. Entah kapan tepatnya. Sengaja kulupakan. Toh, hanya membuat luka kembali dirasa. Yang pasti enam mata lakon utama termasuk aku didalamnya dengan enam mata pula sebagai saksi bisu pura-pura tak peduli. Kata-kata terbalut luka terlontar di keheningan suasana siangku. Terbesit dalam pikiranku inikah pedang-pedang yang akan menghunusku dalam langkahku ke depan. Aku tersentak dalam hati memikirkan esok hari apakah aku masih jadi aku yang sekarang. Aku harus kuat. Aku harus kuat. Motivasi diri keluar dari hati yang tak lama redup meninggalkan semangat yang kian layu. Inilah hidup. Kejayaan kita kadang berujung pada ketidakpuasan kita da