sumber gambar: lisanuraeni.com
Pertanyaan yang aneh memang, tapi ini nyata adanya. Ini berawal dari lamanya aku meninggalkan anak-anakku untuk urusan selain mendampingi mereka. Misalnya, urusan rumah tangga dan tempat kerja. Kadang setelah lamanya meninggalkan mereka. Lama di sini tidak berhari-hari, melainkan hanya beberapa jam. Namun, bagi orang yang sedang cinta-cintanya jam itu bagai dalam hitungan hari, bulan, bahkan tahun.
Hidup itu pilihan. Bagi seorang wanita ada dua pilihan: itu rumah tangga fokus mengurus anak, ibu rumah tanga bekerja dari rumah, atau ibu rumah tanga yang beverja di luar rumah. Mengapa saya sertakan saturan tiga kata "ibu rumah tanga" di setiap pilihan? Untuk menegaskan bahwa menjadi ibu rumah tangga itu kewajiban, bukan pilihan.
Setiap pilihan tentunya ada konsekuensinya. Mau pilih yang mana? Tingginya tingkat konsekuensi tergantung pemilihnya. Ada yang mengatakan lebih enak pilihan A, ada yang mengatakan lebih enak yang pilihan B, ada pula yang mengatakan lebih enak yang pilihan C. Begitulah pilihan, sujektif.
Pilihan yang dipilih oleh seorang wanita biasanya menggunakan kadar pertimbangan kebutuhan anak. Kebutuhan anak pun ada jenisnya: kedekatan dan kecukupan, bahkan kelebihan materi. Jika memilih kedekatan, maka bisa jadi mengorbankan kecukupan materi. Sebaliknya jika memilih kecukupan (kelebihan) materi, bisa jadi mengorbankan kedekatan dengan ananda. Lucunya, ada yang sudah cukup bahkan lebih akan materi, tetap saja mengorbankan kedekatan dengan ananda. Mengapa demikian? Banyak faktor. Masing-masing wanita punya alasannya sendiri. Akhirnya, kedekatan dengan ananda yang dikorbankan. Ya, kembali ke hidup pilihan tadi dan kita ingat kembali pelajaran ekonomi tentang biaya peluang (opportunity cost) yang menjelaskan bahwa setiap pilihan yang dipilih akan mengorbankan pilihan yang tidak dipilih.