Pages

Monday, 30 July 2018

Mendidik Anak Melalui Manajemen Uang 'Fitrah'

Lebaran di Indonesia, khususnya di Solo, tidak akan bisa lepas dari tradisi pembagian uang fitrah. Tradisi ini terus terlaksana dari tahun ke tahun setiap momen Idul Fitri. Kini, kegiatan pemberian uang fitrah sudah mulai menjadi urutan acara yang disusun secara sistematis dalam rangkaian acara ‘sungkem’ atau ‘halal-bihalal’. Walaupun tradisi tersebut dirasa hampa kalau tidak ada, sebenarnya hanya sebatas seru-seruan belaka, tetapi tetap berpahala – bernilai sedekah. Biasanya uang fitrah diberikan oleh orang yang lebih tua kepada keluarga, kerabat, tetangga atau orang sekitar sebagai wujud kasih sayang. Label ‘fitrah’ yang dilekatkan pada uang yang dibagikan bisa dikarenakan waktunya hampir bersamaan dengan pembayaran zakat fitrah. Bedanya, zakat fitrah disampaikan sebelum Sholat Ied, sedangkan uang fitrah setelahnya.  
Uang fitrah dapat diberikan secara langsung atau dimasukkan dahulu ke dalam amplop atau media lainnya yang menarik minat anak-anak. Uang yang diberikan biasanya dalam bentuk uang baru – hasil tukar uang dari Bank Indonesia. Pernah terpikirkan bahwa pemberian uang fitrah dengan uang baru pada tahun ini akan berkurang bersamaan dengan dilarangnya penjualan jasa penukaran uang baru di pinggir jalan. Namun, perkiraan tersebut nampaknya meleset. Walaupun penukaran uang baru tidak semudah tahun lalu, animo masyarakat untuk menukarkan uangnya dalam satuan yang lebih kecil tetap tinggi. Dengan demikian, uang fitrah masih tetap dalam bentuk uang baru.

Peran Strategis Orang Tua
Sasaran utama uang fitrah adalah anak-anak pra sekolah, sekolah, hingga kuliah. Bahkan, setelah lulus pun masih ada yang diberi. Walaupun yang menerima uang fitrah adalah anak, orang tua tetap harus memantau tentang penyimpanan hingga penggunaannya. 
Pada momen yang hanya terjadi setahun sekali ini, orang tua dapat memanfaatkan momen denga memasukkan nilai-nilai karakter anak, yaitu mendidik anak dalam hal manajemen keuangan. Mengatur keuangan bukanlah kegiatan yang mudah dan instan dipelajari. Perlu pembelajaran rutin dan dipersiapkan sejak dini, terutama untuk menekankan kepada anak pentingnya bersikap hemat. 
Ada empat kemungkinan pengelolaan uang fitrah. Pertama, uang fitrah dikelola sepenuhnya oleh anak tanpa sepengetahuan orang tua. Kedua, orang tua mengetahui sepenuhnya, tetapi memberi kebebasan anak untuk menggunakan uang tersebut. Ketiga,. Keempat, sepenuhnya dikelola oleh orang tua.
Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi tersebut sah-sah saja karena setiap keluarga memiliki prinsip tersendiri.  Namun, yang paling ideal adalah anak dan orang tua bersama-sama mengelola uang fitrah. Pada tipe pengelolaan yang ketiga, orang tua memberikan kebebasan kepada anak, tetapi dengan arahan. Bahkan, ada anak yang merasa tidak mantap jika tidak dikonsultasikan terlebih dahulu kepada orang tua. Posisi orang tua yang seperti inilah yang dikatakan sebagai ‘goal relationship’ – saling membutuhkan antara anak dan orang tua. 

Anak sebagai Anugerah dan Ujian
Setiap aktivitas dalam keluarga, harus ada personil yang menjalankan fungsi monitoringdan controlling. Personil yang paling tepat adalah orang tua. Fungsi tersebut penting dijalankan mengingat anak merupakan anugerah, tetapi juga ujian. Di satu sisi, anak harus disayangi sepenuh hati. Di sisi lain, orang tua harus mempersiapkan masa depan anak agar ke depannya bisa mandiri, termasuk mandiri dari segi ekonomi.
Melatih kemandirian ekonomi anak dengan mengedepankan perencanaan keuangan yang matang tepat dilakukan setelah anak menerima uang fitrah. Ini mengingat uang yang diterima bisa mencapai nominal yang besar dalam waktu yang singkat. Selain itu, yang perlu diwaspadai adalah munculnya spekulan bisnis musiman yang sengaja menjual barang dagangan yang disukai oleh anak-anak, seperti mainan. Jaman milenial dan digital seperti saat ini, mainan tidak terbatas pada mainan yang berbentuk fisik, melainkan juga bisa diperoleh dari play storemaupunappstore. Jalansatu-satunya agar bisa mengakses kedua sumber mainan non fisik tersebut adalah melalui smartphone.
Barang yang dibeli dari hasil uang fitrah baiknya yang memiliki dampak positif pada anak. Kalau pun untuk dibelanjakan barang yang disukai oleh anak, boleh. Akan tetapi, baiknya ada persentase penggunaan, tidak serta merta semua dihabiskan. Sebagian besar anak, biasanya begitu mendapatkan uang banyak langsung dihabiskan. Pada kondisi inilah, peran orang tua menjadi strategis, yaitu sebagai pendamping dan pengendali pengeluaran.
Orang tua wajib mengetahui setiap barang yang dibeli oleh anaknya. Jika perlu, orang tua mengajarkan pencatatan setiap transaksi yang dilakukan oleh anak. Ini dilakukan untuk melatih tanggung jawab dan kejujuran anak. Kalau belum terbiasa, anak akan merasa dikekang, tapi sebenarnya ini demi kebaikan. Orang tua sebaiknya tidak sepenuhnya melepas begitu saja. Bukannya tidak percaya kepada anak, tetapi di era digital tidak ada yang mustahil. Aliran informasi begitu pesat dan mudah diperoleh melalui media apa saja, dalam genggaman tangan pun bisa (smartphone). Kemudahan informasi tak hanya berdampak positif, melainkan negatif juga yang parahnya dapat merusak moral anak jika tanpa pendampingan orang tua.
Dalam ilmu ekonomi, kebutuhan berdasarkan waktu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kebutuhan mendesak, sekarang, dan yang akan datang. Begitu menerima uang fitrah, anak disarankan untuk membeli kebutuhan yang mendesak dahulu, yaitu kebutuhan yang tidak dapat ditunda saat itu juga. Setelah itu, baru kebutuhan sekarang kemudian masa depan. Untuk kebutuhan yang sifatnya sekarang, anak dibebaskan untuk membeli apa saja yang diinginkannya tanpa melupakan kebutuhan yang akan datang, yaitu menabung. 
Orang tua harus pandai menjelaskan pentingnya menabung bagi masa depan anak. Penyampaiannya pun harus didisain semenarik mungkin dan disusun dengan bahasa yang mudah dipahami. Jika pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik, maka tujuan utama pendampingan manajemen keuangan uang fitrah pun bisa tercapai,yaitu menanamkan kesadaran ekonomi sejak dini kepada anak.


#latepost