Pages

Wednesday, 17 November 2010

Korupsi, antara Kesempatan dan Kekuasaan


Dewasa ini, hampir semua elemen masyarakat meneriakkan keinginan untuk anti korupsi. Mahasiswa yang terkoordinasi dalam organisasi politik kampus bersama masyarakat umum berkeinginan kuat menghentikan korupsi yang ada. Akan tetapi. mengapa semakin besar keinginan untuk menghapus, korupsi justru semakin marak dan mengakar di setiap sisi kehidupan?
Diakui atau tidak, korupsi sudah membutakan setiap jejak manusia . Korupsi telah membudaya di tengah kehidupan bangsa Indonesia. Kebiasaan yang sudah membudaya ini dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan diyakini mempunyai kekuatan yang luar biasa dan tidak mungkin lagi untuk tidak dilakukan. Apalagi, jika didukung dengan adanya kesempatan dan kekuasaan.
Korupsi merupakan sebuah kata yang sudah sangat melekat di benak masyarakat. Mendengar kata tersebut, secara otomatis menimbulkan konotasi atau pemahaman yang negatif di pikiran kita. Banyak kasus yang menjadi sorotan media massa akan hal ini. Sangat ironis memang. Masyarakat pada umumnya melakukan tindakan ini, tetapi banyak dari mereka yang kurang mengerti bahwa mereka telah melakukannya.
Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu ‘corruptio’. Kata ini berasal dari kata kerja ‘corrumpere’ yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, dan menyogok. Dari arti kata tersebut dapat ditemukan adanya jalan pintas dalam melakukan sesuatu. Dengan demikian, korupsi sama halnya dengan ketidakadilan, yaitu mengambil sesuatu yang bukan haknya baik yang bersifat materi maupun imateri. Budaya korupsi juga merupakan hasil dari budaya instan yang terjadi saat ini yang mana orang tidak mau mengikuti suatu proses untuk mencapai suatu tujuan. Saat ini orang cenderung mencari jalan pintas atau shortcut untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.
Korupsi merupakan kegiatan mengurangi takaran suatu dengan sengaja untuk mendapatkan kenikmatan tersendiri. Kata “korupsi” dirasa hanya cocok dilabelkan pada pejabat atau pemegang kekuasaan, terutama oknum-oknum yang berada dalam lingkup keuangan. Namun, secara tidak sadar bahwa orang awam pun banyak yang melakukan korupsi. Korupsi tidak hanya diartikan dalm bentuk yang berhubungan dengan uang, tetapi semua hal yang memungkinkan dilakukan kecurangan di dalamnya. Contoh kecil adalah korupsi waktu. Dalam hal ini bila kita terlambat kita telah melakukan korupsi waktu, yang sampai saat ini hampir semua orang menyukai untuk datang telat, atau pada saat penyelenggaraan rapat sering molor karena tidak tepat waktu. Dalam bisnis, waktu adalah uang. Jadi ketika kita mengkorupsi waktu, sama dengan kita mengkorupsi uang bukan?
Kita membaca dan mendengar, bahwa Indonesia termasuk Negara terkorup di dunia. Kita melihat sendiri kenyataan yang ada didepan kita, ternyata korupsi telah melibatkan banyak kalangan, baik dari kalangan atas maupun bawah. Kita pun semakin prihatin dan cemas, adakah pengusutan dapat dilakukan dengan tuntas dan adil.
Budaya korupsi seakan memperoleh lahan yang subur, karena sifat masyarakat kita sendiri yang lunak, sehingga permisif terhadap berbagai penyimpangan moral dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, korupsi dianggap sebagai perkara biasa yang wajar terjadi dalam kehidupan para penguasa dan pengelola kekuasaan yang ada.
Sadar atau tidak sadar, kita sudah berada dalam keadaan yang memprihatinkan. Namun, ketidakwajaran ini justru sebagai hal yang dianggap sudah biasa dan sangat sulit dihindari dewasa ini. Sebagai contoh, kita sering melakukan kecurangan dalam hal waktu baik menambahi maupun mengurangi waktu yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan kadarnya.
Terkadang kita sering teriak hukum para koruptor. Pernahkah terpikir ketika kita berbicara lantang seperti itu, jika kita mau jujur diri kita juga seorang koruptor, "walau yang kita korupsi tidak merugikan masyarakat" tetapi kita tetaplah seorang yang pernah melakukan korupsi walau hanya kecil-kecilan.
Sebenarnya kita sudah merasakan dampak akibat korupsi dalam sekala besar mengakibatkan kesengsaraan bersama-sama. Dan seorang koruptor adalah seorang penghianat atas kepercayaan yang telah diberikan kepada dirinya. Koruptor bukan lagi orang yang berada di tataran pejabat, tetapi bisa jadi kitalah koruptor tersebut. Sikap yang bijak dan iman yang seharusnya melandasi kita ketika kita mempunyai kekuasaan dan kesempatan yang memungkinkan untuk bertindak hal yang na’as. Peluang melakukan korupsi ada di setiap tempat, pekerjaan ataupun tugas, terutama yang diistilahkan dengan tempat-tempat “basah”. Untuk itu, kita harus selalu berhati-hati manakala mendapatkan tugas-tugas. Dengan mengetahui pintu-pintu ini, semoga kita selalu waspada dan tidak tergoda, sehingga nantinya mampu menjaga amanah yang menjadi tanggung jawab kita. "Dimulai dari diri sendiri, dimulai dari yang kecil, dimulai saat ini" (AA Gym).